BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penilaian
ialah rangkaian kegiatan untukk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan data
tentang proses dan hasil belajar siswa yangg dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan sehingga dapattt menjadi informasi yangg bermakna dalam
pengambilan keputusan.
Perkembangan
penilaian hasil pembelajaran siswa sejalan dengaan perkembangan kurikulum yangg
dipergunakan. Berkembangnya kurikulum pendidikan tentu saja sejalan dengaan
berkembangnya sistem evaluasi di dalam pendidikan dan pembelajaran itu sendiri.
Namun, sampai sekarang masih banyak sekolah-sekolah yangg terlalu kaku dan
tradisional dalam menerapkan sistem evaluasi kepada siswa. Siswa hanya dinilai
pada sejumlah tugas terbatas yangg mungkin tidak sesuai dengaan apa yangg
dikerjakan di kelas, menilai dalam situasi yangg telah ditentukan sebelumnya
dimana kandungannya sudah ditetapkan, seolah hanya menilai prestasi, jarang
memberi sarana untukk menilai kemampuan siswa.
Pada
dasarnya, suatu sistem penilaian yangg baik ialah tidak hanya mengukur apa yangg
hendak diukur, namun juga dimaksudkan untukk memberikan motivasi kepada siswa
agar lebih bertanggung jawab atas apa yangg mereka pelajari. Penilaian autentik
dianggap mampu untukk lebih mengukur secara keseluruhan hasil belajar dariii
siswa karena penilaian ini menilai kemajuan belajar bukan melulu hasil tetapi
juga proses belajar itu sendiri. Penilaian autentik juga memberikan kesempatan
yangg luas kepada peserta didik untukk menerapkan pengetahuan, keterampilan dan
sikap yangg sudah dimilikinya.
BAB
II
PENDAHULUAN
Perubahan paradigma pendidikan
dari behavioristik ke konstruktivistik tidak hanya menuntut adanya perubahan
dalam proses pembelajaran, tetapi juga perubahan dalam melaksanakan penilaian.
Paradigma lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil yang
cenderung menilai kemampuan aspek kognitif, dan kadang-kadang direduksi
sedemikian rupa melalui bentuk tes seperti pilihan ganda, benar atau salah,
menjodohkan yang telah gagal mengetahui kinerja peserta didik yang sesungguhnya.
Tes tersebut belum bisa mengetahui gambaran yang utuh mengenai sikap,
keterampilan, dan pengetahuan peserta didik dikaitkan dengan kehidupan nyata
mereka di luar sekolah atau masyarakat. Aspek afektif dan psikomotorik juga
diabaikan. Pembelajaran berbasis konstruktivisme, penilaian
pembelajaran tidak hanya ditujukan untuk mengukur tingkat kemampuan kognitif
semata, tetapi mencakup seluruh aspek kepribadian siswa, seperti perkembangan
moral, perkembangan emosional, perkembangan sosial dan aspek-aspek kepri
badian
individu lainnya. Demikian pula, penilaian tidak hanya bertumpu pada penilaian
produk, tetapi juga mempertimbangkan segi proses.
Perubahan paradigma pendidikan dari behavioristik
ke konstruktivistik mendatangkan problem bagi pendidik dalam proses pembelajaran
dan penilaian. Pendidik merasa kebingungan dalam proses penilaian yang dapat
memberikan gambaran yang utuh mengenai sikap, keterampilan, dan pengetahuan
peserta didik dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka di luar sekolah atau
masyarakat dan juga serta bagaimana format penilaiannya. Penilaian autentik
sesuai ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22
tahun 2006 tentang penilaian autentik (authentic asessment) dan
Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Penilaian adalah rangkaian kegiatan untuk
memperoleh, menganalisis dan menafsirkan data tentang proses dan hasil
belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan sehingga dapat menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan
keputusan
Standar Penilaian kurikulum 2013 bertujuan untuk
menjamin perencanaan penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi
yang akan dicapai dan berdasarkan prinsip-prinsip penilaian, pelaksanaan
penilaian peserta didik secara profesional, terbuka, edukatif, efektif,
efisien, dan sesuai dengan konteks sosial budaya; dan pelaporan hasil penilaian
peserta didik secara objektif, akuntabel, dan informatif.
Penilaian autentik memiliki relevansi kuat
terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum
2013. Kunandar (2013:36) mengemukakan bahwa “kurikulum 2013
mempertegas adanya pergeseran dalam melakukan penilaian, yakni dari penilaian
melalui tes (berdasarkan hasil saja), menuju penilaian autentik (mengukur
sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil)”. Penilaian
ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam
rangka mengobservasi, menalar, mencoba, dan membangun jejaring. Penilaian
autentik dilakukan oleh guru dalam bentuk penilaian kelas melalui penilaian
kinerja, portofolio, produk, projek, tertulis, dan penilaian diri.
Perubahan paradigma pendidikan dari behavioristik
ke konstruktivistik tidak hanya menuntut adanya perubahan dalam proses
pembelajaran, tetapi juga perubahan dalam melaksanakan penilaian. Paradigma
lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil yang cenderung menilai
kemampuan aspek kognitif, dan kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui
bentuk tes seperti pilihan ganda, benar atau salah, menjodohkan yang telah
gagal mengetahui kinerja peserta didik yang sesungguhnya. Tes tersebut belum
bisa mengetahui gambaran yang utuh mengenai sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didik dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka di luar
sekolah atau masyarakat. Aspek afektif dan psikomotorik juga diabaikan. Dalam
pembelajaran berbasis konstruktivisme, penilaian pembelajaran tidak hanya
ditujukan untuk mengukur tingkat kemampuan kognitif semata, tetapi mencakup
seluruh aspek kepribadian siswa, seperti perkembangan moral, perkembangan
emosional, perkembangan sosial dan aspek-aspek kepribadian individu lainnya.
Demikian pula, penilaian tidak hanya bertumpu
pada penilaian produk, tetapi juga mempertimbangkan segi proses (Suparno,
2005).
Perubahan paradigma pendidikan dari behavioristik
ke konstruktivistik mendatangkan problem bagi pendidik dalam proses
pembelajaran dan penilaian. Pendidik merasa kebingungan dalam proses penilaian
yang dapat memberikan gambaran yang utuh mengenai sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didik dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka di luar
sekolah atau masyarakat dan juga serta bagaimana format penilaiannya. Makalah
ini membahas tentang penilaian otentik sebagai jawaban atas kebingungan
pendidik dalam penilaian sesuai ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 22 tahun 2006 tentang penilaian autentik (authentic asessment) dan
Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013.
Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013.
Kunandar (2013:36) mengemukakan bahwa “kurikulum
2013 mempertegas adanya pergeseran dalam melakukan penilaian, yakni dari
penilaian melalui tes (berdasarkan hasil saja), menuju penilaian autentik
(mengukur sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil)”.
Penilaian ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik
dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, dan membangun jejaring. Penilaian
autentik dilakukan oleh guru dalam bentuk penilaian kelas melalui penilaian
kinerja, portofolio, produk, projek, tertulis, dan penilaian diri.
Asesmen seharusnya didasarkan pada pengetahuan
kita tentang belajar dan tentang bagaimana kompetensi berkembang dalam materi
pelajaran yang kita ajarkan. Hal ini merupakan kebutuhan yang sangat jelas
untuk membuat suatu asesmen dimana pendidik dapat mempergunakannya untuk
meningkatkan kegiatan pendidikan dan mengawasi hasil belajar dan mengajar yang
kompleks.
Beberapa penelitian ditemukan bahwa para guru
mengajar untuk memberikan keterampilan pada siswa untuk belajar dan
mempraktikkan bagaimana mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya untuk
tujuan yang nyata dan jelas. Penilaian kinerja yang berkisar dari jawaban yang
relative pendek sampai pada proyek jangka panjang yang meminta para siswa untuk
memperagakan hasil kerjanya, dan hal ini membutuhkan peran serta pemikiran
tingkat tinggi siswa untuk menyatukan beberapa keterampilan yang berbeda-beda.
Suatu sistem penilaian yang lengkap, semestinya
terdapat keseimbangan antara penilaian kinerja yang lebih pendek dan juga lebih
panjang. Asesmen dapat digunakan untuk melihat keberhasilan KBM yang dilakukan
sebagai acuan dalam membuat kegiatan/program baru dalam rangka mengembangkan
keterampilan dan pengetahuan para siswa dan juga para guru, juga sebagai bahan
petimbangan dalam membuat suatu kebijakan-kebijakan. Penilaian hasil belajar
yang dilakukan oleh pendidik dan satuan pendidikan merupakan penilaian internal
(internal assessment), sedangkan penilaian yang diselenggarakan oleh
pemerintah merupakan penilaian eksternal (external assessment).
Penilaian kelas merupakan penilaian internal yang
dilaksanakan oleh pendidik dalam hal ini guru di kelas atas nama satuan
pendidikan untuk menilai kompetensi peserta didik pada saat dan akhir
pembelajaran. Sistem penilaian hasil belajar yang diterapkan dalam kurikulum
sekolah adalah sistem penilaian otentik atau lebih dikenal dengan nama asesmen
otentik. Penilaian otentik ini harus dipahami secara mendalam oleh guru-guru
mengingat bahwa setiap pengukuran kompetensi peserta didik tidak cukup hanya
dengan tes objektif saja, karena tes tersebut tidak dapat menunjukkan seluruh
kompetensi yang dikuasai siswa. Penilaian otentik merupakan penilaian yang
secara langsung bermakna, dalam arti bahwa apa yang dinilai adalah merupakan
sesuatu yang benar-benar diperlukan siswa dalam kehidupan nyata sehari-hari.
PENGERTIAN ASESMEN AUTENTIK
Asesmen autentik adalah suatu proses evaluasi
yang melibatkan berbagai bentuk pengukuran terhadap kinerja yang mencerminkan
pembelajaran siswa, prestasi, motivasi, dan sikap-sikap pada aktifitas yang
relevan dalam pembelajaran (American Librabry Association, Dalam Syofiana,
2010). Senada dengan pendapat tersebut, O’malley dan Pierce (Dalam Anonim, tt)
mengatakan bahwa asesmen otentik adalah bentuk penilaian yang menunjukkan
pembelajaran siswa yang berupa pencapaian, motivasi, dan sikap yang relevan
dalam aktivitas kelas. Sedangkan menurut Newton Public Schools (Dalam Syofiana,
2010) Asesmen otentik merupakan penilaian terhadap produk-produk dan kinerja
yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman kehidupan nyata peserta didik.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang asesmen autentik yang telah dikemukkan
oleh para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa asesmen otentik merupakan suatu
proses evaluasi yang melibatkan berbagai bentuk pengukuran yang berupa
produk-produk dan kinerja yang mencerminkan pembelajaran siswa, pencapaian,
prestasi, motivasi, dan sikap-sikap.
Penilaian autentik (Authentic Assessment)
adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta
didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Ketika menerapkan
penilaian autentik untuk mengetahui hasil dan prestasi belajar peserta didik,
guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan,
aktivitas mengamati dan mencoba, dan nilai prestasi luar sekolah.
Karakteristik penilaian autentik
Burhan Nurgiantoro (2011)
mengemukakan beberapa karakteristik penilaian autentik, yaitu :
- Peserta didik harus mampu menunjukkan penguasaan melakukan sesuatu secara bermakna dalam dunia nyata
- Guru mengembangkan peserta didik agar mampu mendemosntrasikan kemampuan atau keterampilan melakukan sesuatu
- Tingkat keberhasilan peserta didik dinilai melalui kinerja yang hanya mengukur segala aktivitas peserta didik secara bermakna yang mencerminkan aktivitas dunia nyata
- Penilaian menentukan kurikulum, guru terlebih dahulu menentukan tugas-tugas yang akan dilakukan oleh peserta didik untuk menunjukkan penguasaannya.
Mutalazimah, dkk (2008) mengemukakan
bahwa penilaian autentik mempunyai karakteristik sebagai berikut :
- Pengalaman belajar yang merupakan refleksi dari aktivitas dunia nyata yang lebih valid
- Memberikan tugas-tugas instruksional kepada peserta didik yang mengharuskan mereka melakukan konstruksi arti dari setiap materi
- Menstimulasi agar peserta didik mempunyai pemikiran dan masukan yang kritis serta menciptakan pendekatan pembelajaran berdasarkan kemampuan kognitif dan metkognitikf
- Memberikan pengalaman belajar yang autentik untuk meningkatkan ketertarikan dan memperbaiki sikap peserta didik dalam pembelajaran
- Mendrong terciptanya berbagai metode untuk mengekspresikan dan mendukung sikap kolaborasi antar peserta didik. Penilaian tradisional cenderung menekankan pada penguasaan pengetahuan peserta didik.
Manfaat penilaian autentik
- Penggunaan penilaian autentik memungkinkan dilakukannya pengukuran secara langsung terhadap kinerja pembelajar sebagai indikator capaian kompetensi yang dibelajarkan. Penilaian yang hanya mengukur capaian pengetahuan yang telah dikuasai pembelajar hanya bersifat tidak langsung. Tetapi, penilaian autentik menuntut pembelajar untuk berunjuk kerja dalam situasi yang konkret dan sekaligus bermakna yang secara otomatis juga mencerminkan penguasaan dan keterampilan keilmuannnya. Unjuk kerja tersebut bersifat langsung, langsung terkait dengan konteks situasi dunia nyata dan tampilannya juga dapat diamati langsung. Hal itu lebih mencerminkan tingkat capaian pada bidang yang dipelajari. Misalnya, dalam belajar berbicara bahasa target, pembelajar tidak hanya berlatih mengucapkan lafal, memilih kata, dan menyusun kalimat, melainkan juga mempratikkannya dalam situasi konkret dan dengan topik aktual-realistik sehingga menjadi lebih bermakna.
- Penilaian autentik memberikan kesempatan pembelajar untuk mengkonstruksikan hasil belajarnya. Penilaian haruslah tidak sekadar meminta pembelajar mengulang apa yang telah dipelajari karena hal demikian hanyalah melatih mereka menghafal dan mengingat saja yang kurang bermakna. Dengan penilaian autentik pembelajar diminta untuk mengkonstruksikan apa yang telah diperoleh ketika mereka dihadapkan pada situasi konkret. Dengan cara ini pembelajar akan menyeleksi dan menyusun jawaban berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dan analisis situasi yang dilakukan agar jawabannya relevan dan bermakna.
- Penilaian autentik memungkinkan terintegrasikannya kegiatan pengajaran, belajar, dan penilaian menjadi satu paket kegiatan yang terpadu. Dalam pembelajaran tradisional, juga model penilaian tradisional, antara kegiatan pengajaran dan penilaian merupakan sesuatu yang terpisah, atau sengaja dipisahkan. Namun, tidak demikian halnya dengan model penilaian autentik. Ketiga hal tersebut, yaitu aktivitas guru membelajarkan, siswa belajar, dan guru menilai capaian hasil belajar pembelajar, merupakan satu rangkaian yang memang sengaja didesain demikian. Ketika guru membelajarkan suatu topik dan pembelajar aktif mempelajari, penilaiannya bukan semata berupa tagihan terhadap penguasaan topik itu, melainkan pembelajar juga diminta untuk berunjuk kerja mempraktikkannya dalam sebuah situasi konkret yang sengaja diciptakan.
- Penilaian autentik memberi kesempatan pembelajar untuk menampilkan hasil belajarnya, unjuk kerjanya, dengan cara yang dianggap paling baik.Singkatnya, model ini memungkinkan pembelajar memilih sendiri cara, bentuk, atau tampilan yang menurutnya paling efektif. Hal itu berbeda dengan penilaian tradisional, misalnya bentuk tes pilihan ganda, yang hanya memberi satu cara untuk menjawab dan tidak menawarkan kemungkinan lain yang dapat dipilih. Jawaban pembelajar dengan model ini memang seragam, dan itu memudahkan kita mengolahnya, tetapi itu menutup kreativitas pembelajar untuk mengkreasikan jawaban atau kinerjanya. Padahal, unsur kreativitas atau kemampuan berkreasi merupakan hal esensial yang harus diusahakan ketercapaiannya dalam tujuan pembelajaran.
CIRI PENILAIAN OLEH PENDIDIK
Kegiatan pembelajaran selalu diakhiri dengan
penilaian. Ciri penilaian oleh pendidik yaitu;
1) Belajar Tuntas (mastery learning) .
Peserta didik tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya, sebelum
mampu menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar dan hasil yang baik. (John
B. Carrol, A Model of School Learning).
2) Otentik (telah diuraikan di atas);
3) Berkesinambungan yaitu memantau proses,
kemajuan, dan perbaikan hasil terus menerus dalam bentuk
Ulangan Harian, Ulangan Tengah Semester, Ulangan Akhir Semester, dan Ulangan
Kenaikan Kelas;
4) Berdasar Acuan Kriteria/Patokan Mengacu ukuran
pencapaian kompetensi/patokan yang ditetapkan. Prestasi kemampuan peserta didik
TIDAK DIBANDINGKAN dengan peserta kelompok, tetapi dengan kemampuan yang
dimiliki sebelumnya dan patokan yang ditetapkan;
5) Menggunakan Berbagai Cara & Alat
Penilaian Mengembangkan dan menyediakan sistem pencatatan yang bervariasi.
Menggunakan penilaian yang bervariasi: Tertulis, Lisan, Produk,
Portofolio, Unjuk Kerja, Proyek, Pengamatan, dan Penilaian Diri.
Ciri penilaian autentik
Ciri penilaian autentik antara lain adalah: 1) Memandang penilaian dan
pembelajaran secara terpadu.;2) Mencerminkan masalah dunia nyata bukan hanya
dunia sekolah.; 3) Menggunakan berbagai cara dan kriteria; 4) Holistik
(kompetensi utuh merefleksikan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.
JENIS-JENIS PENILAIAN AUTENTIK
Penilaian Kinerja
Penilaian autentik sebisa mungkin melibatkan
parsisipasi peserta didik, khususnya dalam proses dan aspek-aspek yang akan
dinilai. Guru dapat melakukannya dengan meminta para peserta didik menyebutkan
unsur-unsur proyek/tugas yang akan mereka gunakan untuk menentukan kriteria penyelesaiannya.
Cara merekam hasil penilaian berbasis kinerja: Daftar cek (checklist), Catatan
anekdot/narasi (anecdotal/narative records), Skala penilaian(rating scale),
Memori atau ingatan (memory approach).
Penilaian Proyek
Penilaian proyek (project assessment) merupakan
kegiatan penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik
menurut periode/waktutertentu. Penyelesaian tugas dimaksud berupa
investigasiyang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari perencanaan,
pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian data.
Tiga hal yang perlu diperhatikan guru dalam
penilaian proyek:1) Keterampilan peserta didik dalam memilih topik, mencari dan
mengumpulkan data, mengolah dan menganalisis, memberi makna atas informasi yang
diperoleh, dan menulis laporan; 2) Kesesuaian atau relevansimateri pembelajaran
dengan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh
peserta didik; 3) Keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau
dihasilkan oleh peserta didik.
Penilaian proyek (project assessment)
merupakan kegiatan penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh
peserta didik menurut periode/waktu tertentu. Penyelesaian tugas dimaksud
berupa investigasi yang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari
perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis,dan
penyajian data.
Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian atas
kumpulan artefak yang menunjukkan kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja
dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa berangkat dari hasil kerja peserta
didik secara perorangan atau diproduksi secara berkelompok, memerlukan refleksi
peserta didik, dan dievaluasi berdasarkan beberapa dimensi.
Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan
langkah-langkah seperti berikut ini.1) Guru menjelaskan secara ringkas
esensi penilaian portofolio; 2) Guru atau guru bersama peserta didik menentukan
jenisportofolioyang akandibuat; 3) Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok,
mandiri atau di bawah bimbingan guru menyusun portofolio pembelajaran;4) Guru
menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik pada tempat yang sesuai,
disertai catatan tanggal pengumpulannya; 5) Guru menilai portofolio peserta
didik dengan kriteria tertentu; 6) Jika memungkinkan, guru bersama peserta
didik membahas bersama dokumen portofolio yang dihasilkan; 7) Guru memberi
umpan balik kepada peserta didik atas hasil penilaian portofolio.
Penilaian Tertulis
Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut
peserta didik mampu mengingat, memahami, mengorganisasikan, menerapkan,
menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan sebagainya atas materi yang sudah
dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian sebisa mungkin bersifat komprehensif,
sehingga mampu menggambarkan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta
didik.
Penilaian tertulis adalah penilaian yang menuntut
peserta didik memberi jawaban secara tertulis berupa pilihan dan/atau isian.
Penilaian tertulis yang dikembangkan dalam penilaian otentik lebih dutekankan
pada penilaian tertulis yang jawabannya berupa isian dapat berbentuk isian
singkatdan/atau uraian.
Soal dengan mensuplay jawaban terdiri dari Isian
atau melengkapi, Jawaban singkat atau pendek, dan Soal uraian. Teknik penilaian
tes tertulis uraian adalah alat penilaian yang menuntut peserta didik untuk
mengingat, memahami, mengorganisasikan gagasan yang sudah dipelajari dengan
cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersbut dalam bentuk uraian
tulisan. Teknik ini dapat digunakan untuk menilai berbagai jenis kemampuan, yaitu
mengemukakan pendapat, berpikir logis, kritis, sistematis dan menyimpulkan.
Penyusunan instrumen penilaian tertulis perlu
mempertimbangkan Substansi, misalnya kesesuaian butir soal dengan indikator
soal dan indikator pembelajaran; Konstruk, misalnya rumusan soal atau
pertanyaan harus jelas dan tegas;Bahasa, misalnya rumusan soal tidaak
menggunakan kata/kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda.
Soal bentuk uraian non-objektif tidak dapat
diskor secara objektif, karena jawaban yang dinilai dapat berupa opini
atau pendapat peserta didik sendiri, bukan berupa konsep kunci yang sudah
pasti. Pedoman penilaiannya berupa kriteria-kriteria jawaban. Setiap kriteria
jawaban diberi rentang skor tertentu, misalnya 0 – 5. Tidak ada jawaban untuk
suatu kriteria diberi skor 0. Besar- kecilnya skor yang diperoleh peserta
didik untuk suatu kriteria ditentukan berdasarkan tingkat kesempurnaan jawaban.
Penilaian Lisan
Tes lisan yakni tes yang pelaksanaannya dilakukan
denganmengadakan tanya jawab secara langsung antara pendidik dan
pesertadidik Penilaian lisan sering digunakan oleh pendidik di kelas
untuk menilai peserta didik dengan cara memberikan beberapa pertanyaan secara
lisan dan dijawab oleh peserta didik secara lisan juga.
Pertanyaan lisan merupakan variasi dari tes
uraian. Penilaian ini sering digunakan pada ujian akhir mata pelajaran agama
dan sosial. Kelebihan penilaian ini antara lain: memberikan kesempatan kepada
pendidik dan peserta didik untuk menentukan sampai seberapa baik pendidik atau
peserta didik dapat menyimpulkan atau mengekspresikan dirinya, peserta didik
tidak terlalu tergantung untuk memilih jawaban tetapi memberikan jawaban
yang benar, peserta didik dapat memberikan respon dengan bebas. Penilaian lisan
bertujuan untuk mengungkapkan sebanyak mungkin pegetahuan dan pemahaman peserta
didik tentang materi yang diuji. Sedangkan kelemahan tes lisan antara
lain subjektivitas pendidik sering mencemari hasil tes dan waktu pelaksanaan
yang diperlukan relatif cukup lama.
Penilaian lisan dapat dilakukan dengan dengan
teknik sebagai berikut: 1) Sebelum dilaksanakan tes lisan, pendidik
sudah melakukan inventarisasi berbagai jenis soal yang akan diajukan kepada
peserta didik, sehingga dapat diharapkan memiliki validitas yang tinggi dan
baik dari segi isi maupun konstruksinya; 2) Siapkan pedoman dan ancar-ancar
jawaban bentuknya, agar mempunyai kriteria pasti dalam penskoran dan
tidak terkecok dengan jawaban yang panjang lebar dan berbelit-belit; 3) Skor
ditentukan saat masing-masing peserta didik selesai dites, agar pemberian skor
atau nilai yang diberikan tidak dipengaruhi oleh jawaban yang diberikan oleh
peserta didik yang lain; 4) Tes yang diberikan hendaknya tidak menyimpang atau
berubah arah dari evaluasi menjadi diskusi; 5) Untuk menegakan obyektivitas dan
prinsip keadilan, Pendidik tidak diperkenankan memberikan angin segar
atau memancing dengan kata-kata atau kode tertentu yang bersifat menolong
peserta didik dengan aalasan kasihan atau rasa simpati; 6) Tes lisan harus
berlangsung secara wajar. Artinya jangan sampai menimbulkan rasa takut, gugup
atau panik di kalangan peserta didik;7) Pendidik mempunyai pedoman waktu
bagi peserta didik dalam menjawab soal-soal atau pertanyaan pada tes lisan;8)
Pertanyaan yang diajukan hendaknya bervariasi, dalam arti bahwa sekalipun
inti persoalan yang ditanyakan sama, namun cara pengajuan pertanyaannya dibuat
berlainana atau beragam; 9) Pelaksanaan tes dilakukan secara
individual (satu demi satu), agar tidak mempengaruhi mental peserta didik yang
lainnya.
Penilaian Praktik
Penilaian Praktek dilakukan dengan cara mengamati
kegiatan peserta didik dalam melakukan aktivitas pembelajaran. Penilaian ini
cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi atau indikator
keberhasilan yang menurut peserta didik menunjukkan unjuk kerja, misalnya
bermain peran, memainkan alat musik, bernyanyi, membaca puisi, menggunkan
peralatan laboratorium, mengoperasikan komputer.
Penilaian praktik perlu mempertimbangkan:
langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta didik untuk menunjukkan
kinerja dari suatu kompetensi, kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan
dinilai dalam kinerja tersebut, kemampuan khusus yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas, upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak,
sehingga semua dapat diamati, dan kemampuan yang akan dinilai diurutkan
berdasarkan urutan yang akan diamati.
Teknik Penilaian Praktik dibagi dua macam, yaitu
daftar cek dan skala rentang. Daftar Cek Pada penilaian praktek yang
menggunakan daftar cek (ya – tidak), peserta didik mendapat nilai apabila
kriteria penguasaaan kompetensi tertentu dapat diamati oleh penilai. Kelemahan
teknik penilaian ini ialah penilai hanya mempunyai dua pilihandan tidak
menpunyai nilai tengah. Misalnya benar-salah, dapat diamati-tidak dapat diamati.
Sedangkan Skala Rentang pada penilaian unjuk kerja memungkinkan penilai
memberikan skor tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu. Karena
pemberian nilai secara kontinuum di mana pilihan kategori nilai lebih dari dua,
misalnya sangat kompeten – kompeten – tidak kompeten.- sangat tidak
kompeten. Penilaian skala rentang sebaiknya dilakukan oleh lebih
dari satu orang agar faktor sujektivitas dapat diperkecil dan hasil penilaian
lebih akurat.
PENILAIAN AUTENTIK DAN TUNTUTAN KURIKULUM
2013
Tuntutan kurikulum 2013 untuk penilaiannya antara
lain yaitu :
1) Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan
ilmiah dalam pembelajaran;
2) Penilaian tersebut mampu menggambarkan
peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi,
menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain;
3) Penilaian autentik
cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan
peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang
lebih autentik;
4) Penilaiana autentik sangat relevan dengan pendekatan
tematik terpadu dalam pembejajaran, khususnya jenjang sekolah dasar atau untuk
mata pelajaran yang sesuai;
5) Penilaian autentik sering dikontradiksikan
dengan penilaian yang menggunakan standar tes berbasis norma, pilihan
ganda, benar-salah, menjodohkan, atau membuat jawaban singkat;
6) Penilaian
autentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim, atau guru bekerja
sama dengan peserta didik;
7) Pelibatan siswa sangat penting. Asumsinya,
peserta didik dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika mereka tahu
akan dinilai;
8) Peserta didik diminta untuk merefleksikan dan
mengevaluasi kinerja mereka sendiri untuk meningkatkan pemahaman yang lebih
dalam tentang tujuan pembelajaran serta mendorong kemampuan belajar yang lebih
tinggi;
9) Penilaian autentik guru menerapkan kriteria yang berkaitan
dengan konstruksi pengetahuan, kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh
dari luar sekolah;
10) Penilaian autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru
mengajar, kegiatan siswa belajar, motivasi dan keterlibatan peserta didik,
serta keterampilan belajar, karena penilaian itu merupakan bagian dari proses
pembelajaran, guru dan peserta didik berbagi pemahaman tentang kriteria
kinerja;
11) Penilaian autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas
perkembangan peserta didik, karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang
untuk belajar bagaimana belajar tentang subjek;
12) Penilaian autentik harus
mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang sudah atau
belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan pengetahuannya,
dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu menerapkan perolehan belajar, dan
sebagainya.
Atas dasar itu, guru dapat mengidentifikasi
materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk materi apa pula kegiatan
remedial harus dilakukan.
BAB III
PENUTUP
Penilaian merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dalam proses pembelajaran di kelas. Setiap guru sudah seharusnya memahami dan
mampu melaksanakan penilaian hasil pembelajaran. Namun penilaian proses dan
hasil belajar hendaknya secara menyeluruh, sehingga semua aspek kemampuan
peserta didik dapat diukur.
DAFTAR PUSTAKA
Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009
Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan. Bandung : Bumi Aksara, 1996.
Mimin Haryati. Model dan Teknik Penilaian
Pada Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta: Gaung Persada Press, 2010