Kecemasan Dalam Dunia Olahraga

Friday, October 28, 2016

Kecemasan adalah kondisi yang umum dihadapi oleh siapa saja saat akan menghadapi sesuatu yang penting, termasuk juga para atlet. Rasa cemas muncul karena ada bayangan-bayangan yang salah berkaitan dengan pertandingan yang akan dihadapi. Gambaran tentang musuh yang lebih kuat, tentang kondisi fisik yang tidak cukup bagus, even yang sangat besar atau semua orang menaruh harapan yang berlebihan bisa mengakibatkan adanya kecemasan yang berlebihan.
            Kecemasan tidak selalu merugikan, karena pada dasarnya rasa cemas berfungsi sebagai mekanisme kontrol terhadap diri untuk tetap waspada terhadap apa yang akan terjadi. Namun, jika level kecemasan sudah tidak terkontrol sehingga telah mengganggu aktivitas tubuh, maka hal itu jelas akan sangat mengganggu.
            Secara sederhana kecemasan atau dalam bahasa psikologi biasa disebut dengan anxiety didefinisikan sebagai aktivasi dan peningkatan kondisi emosi (Bird, 1986). Peningkatan dan aktivasi ini didahului oleh sebuah kekhawatiran dan kegelisahan atas apa yang akan terjadi. Dalam konteks pertandingan, tentu saja berkaitan dengan lawan dan harapan-harapan baik yang berasal dari diri sendiri maupun orang lain.
            Secara umum, ada tiga istilah yang penggunaannya mirip satu sama lainnya, yakni Arousal, Anxiety (kecemasan), dan Stress. Ketiga hal tersebut tidak jarang saling tumpang tindih. Sebelum membahas tentang kecemasan lebih lanjut, terlebih dahulu kita bahas definisi dari ketiga istilah tersebut.
            Arousal adalah aktivasi fisiologi dan psikologi secara umum yang bervariasi dari tidur nyenyak sampai kesenggangan yang sangat intens (Gould & Krane, 1992 dalam Jarvis, 1999). Pada saat seseorang dalam kondisi tidur, atau melamun atau sedang bersantai, maka orang tersebut bisa dikatakan sedang berada dalam kondisi arousal yang rendah, sedangkan ketika seseorang sedang menonton film komedi yang sangat lucu, atau marah atau sedih, maka dia dikatakan sedang dalam kondisi arousal yang tinggi.
            Anxiety (kecemasan) adalah kondisi emosi negatif ditandai perasaan gugup, kuatir dan takut dan diikuti oleh aktivasi atau arousal dalam tubuh (Weinberg & Gould, 1995 dalam Jarvis, 1999). Bisa dikatakan bahwa kecemasan adalah arousal yang tidak nyaman. Cemas adalah kombinasi antara intensitas perilaku dan arah dari emosi yang lebih bersifat negatif (Bird, 1986).
Setiap orang pasti pernah mengalami perasaan takut, gelisah, tegang, dan cemas dalam menghadapi sesuatu. Perasaan yang muncul pada diri seseorang dalam menghadapi apa yang ingin dicapainya adalah wajar, karena untuk mencapai sebuah keberhasilan terkadang selalu diikuti dengan gejolak psikologis  tersebut.
            Kecemasan juga terjadi dalam dunia olahraga manakala seorang atlit akan menghadapi sebuah pertandingan/kejuaraan, kecemasan pada setiap atlit memiliki tingkatan dan waktu yang berbeda-beda.
Kecemasan yang terjadi pada diri atlit bukanlah sesuatu hal yang aneh, sebab atlit yang sudah mempersiapkan diri untuk bertanding dengan baikpun untuk menghadapi pertandingan bisa mendadak mengalami gangguan fisiologis dan gangguan psikologis, sehingga pertandingan yang sudah direncanakan tidak bisa diikutinya dengan baik.
Kecemasan merupakan reaksi situsional terhadap berbagai rangsang stress, apabila ketegangan-ketegangan yang dimiliki atlit berlebihan dan melebihi batas normal atau ambang batas stress seorang atlit akan mengalami kecemasan.
Kecemasan menjelang pertandingan akan muncul pada diri atlit, dan akan mempengaruhi penampilan atlit, kecemasan tak selamanya berkonotasi negatif, perasaan cemas dalam batas-bataa tertentu tetap diperlukan oleh atlit untuk tetap tampil dengan baik, yang terpenting adalah tingkat kecemasan yang tetap terkontrol tanpa dihilangkan sama sekali.
Pada umumnya atlit yang mengalami kecemasan ditandai dengan gejala-geala yang biasanya diikuti dengan ketegangan atau stres pada diri seseorang, indikator yang dapat dijadikan atlit mengalami kecemasan dapat dilihat dari perubahan secara fisik maupun secara psikis.
Gejala yang nampak pada fisik yaitu seperti peningkatan adrenalin yaitu meningkatnya denyut nadi, meningkatnya keringat, kulit terasa dingin, sakit perut, nafas cepat, otot tegang, mulut kering, dan ada keinginan untuk terus buang air kecil.
Gejala secara psikis yaitu seperti cemas/khawatir, bingung atau tidak mampu konsentrasi atau sulit dalam membuat keputusan, berpikir aneh, pikiran diluar kendali atau mudah gembira yang meluap-luap. Gejala yang nampak pada atlit yang mengalami kecemasan; 1) gejala fisik; a) adanya perubahan yang dramatis pada tingkah laku, gelisah atau tidak tenang dan sulit tidur, (b) terjadinya peregangan otot-otot pundak, leher, perut, terlebih lagi pada otot-otot extremitas, (c) terjadinya perubahan irama pernafasan, (d) terjadi kontraksi otot setempat, pada dagu, sekitar mata, dan rahang. 2). Gejala psikis; (a) gangguan pada perhatian dan konsentrasi, (b) perubahan emosi, (c) menurunnya rasa percaya diri, (d) timbulnya obsesi, (e) tidak ada motivasi (Singgih, 1989).
Selain itu, beberapa atlit mengalami kecemasan dapat dilihat dariperubahan raut muka misalnya menyeringai,dahi berkerut, terlihat serius, atlit mengatup geraham lebih keras, bahkan menggerak-gerakan tubuh seperti kaki dan tangan yang dapat memperlihatkan ketidaktenangan, selain itu atlit terlihat menggigit-gigit kuku jari, menggigit-gigit bagian dalam pipi, jalan mondar-mandir dan beberapa atlit terlihat lebih banyak merokok. Selain itu, beberapa tanda yang dirasakan atlit misalnya, kepala terasa pusing, leher dan tengkuk terasa sakit, punggung sakit, sakit perut, merasa sembelit atau sukar kebelakang, merasa capek atau sukar tidur (insomnia), keringat yang keluar dirasa berlebihan, sangat pendiam atau mungkin banyak bicara.
Lapangan olahraga senantiasa penuh dengan Anxiety dan konflik-konflik, penuh dengan ketakutan-ketakutan dan bentrokan-bentrokan mental, jarang sekali seorang pelatih merasa pasti bahwa timnya sudah 100% kuat mental maupun fisiknya. Jarang pula ada seorang atlit, meski dia seorang juara sekalipun, yang dapat mengontrol dan menyesuaikan segala emosinya, Anxietiesnya dan konflik-konfliknya dalam menghadapi sebuah pertandingan, apalagi pertandingan tersebut adalah pertandingan yang menentukan. Dalam menghadapi pertandingan kecemasan yang dialami atlit umumya berubah-ubah yaitu sebelum, selama dan mendekati akhir pertandingan.
Sebelum pertandingan, Anxiety naik disebabkan oleh bayangan akan beratnya tugas atau pertandingan yang akan datang. Selama pertandingan berlangsung, tingkat Anxiety biasanya menurun. Hal ini disebabkan karena atlit sudah mulai mengadaptasikan dirinya dengan situasi pertandingan sehingga keadaan sudah dapat dikuasainya. Mendekati akhir pertandingan, tingkat Anxiety biasanya mulai naik kembali, terytama apabila skor pertaandingan sama atau hanya berbeda sedikit saja.
            Stress adalah proses dimana seorang individu merasa menerima tekanan dan meresponnya dengan serangkaian perubahan-perubahan fisik dan psikis termasuk meningkatkan arousal dan merasakan cemas. Jadi, stress mempunyai dimensi yang lebih luas dibandingkan arousal dan anxiety. Kita merasakan stres ketika berhadapan dengan tuntutan yang sulit untuk kita penuhi dan akan berdampak serius jika tidak dilaksanakan. Jika stres berlangsung lama dan dengan kuantitas serta kualitas yang tinggi, maka akan menjadi gangguan emosi yang berbahaya.

Jenis – Jenis Kecemasan dan Sumber Kecemasan Dalam Dunia Olahraga

Spielberger (1966, dalam Jarvis, 1999) membagi kecemasan menjadi 2, yaitu State Anxiety dan Trait anxiety:
a. State anxiety atau biasa disebut sebagai A-state. A-state ini adalah kondisi cemas berdasarkan situasi dan peristiwa yang dihadapi. Artinya situasi dan kondisi lingkunganlah yang menyebabkan tinggi rendahnya kecemasan yang dihadapi. Sebagai contoh, seorang atlet akan merasa sangat tegang dalam sebuah perebutan gelar juara dunia. Sebaliknya, tidak begitu tegang saat menjalani pertandingan dalam kejuaraan nasional.
b. Trait anxiety atau biasa disebut dengan A-trait. Trait anxiety adalah level kecemasan yang secara alamiah dimiliki oleh seseorang. Masing-masing orang mempunyai potensi kecemasan yang berbeda-beda. Dalam A-trait ini tingkat kecemasan yang menjadi bagian dari kepribadian masing-masing atlet. Ada atlet yang mempunyai kepribadian yang peragu begitupun sebaliknya.
Selain pembedaan di atas, kecemasan bisa dibedakan menjadi dua lagi, yakni kecemasan somatis (somatic anxiety) dan kecemasan kognitif (cognitive anxiety).
            a. Kecemasan somatik (somatic anxiety) adalah perubahan-perubahan fisiologis yang berkaitan dengan munculnya rasa cemas. Somatic anxiety ini merupakan tanda-tanda fisik saat seseorang mengalami kecemasan. Tanda-tanda tersebut antara lain: Perut mual, keringat dingin, kepala terasa berat, muntah-muntah, pupil mata melebar, otot menegang dan sebagainya. Untuk mengukur kecemasan jenis ini dibutuhkan pemahaman yang mendalam dari atlet terhadap kondisi tubuhnya. Atlet harus selalu sadar dengan kondisi fisik yang mereka rasakan.
            b. Kecemasan Kognitif (cognitive anxiety) adalah pikiran-pikiran cemas yang muncul bersamaan dengan kecemasan somatis. Pikiran-pikiran cemas tersebut antara lain: kuatir, ragu-ragu, bayangan kekalahan atau perasaan malu. Pikiran-pikiran tersebut yang membuat seseorang selalu merasa dirinya cemas. Kedua jenis rasa cemas tersebut terjadi secara bersamaan, artinya ketika seorang atlet mempunyai keragu-raguan saat akan bertanding, maka dalam waktu yang bersamaan dia akan mengalami kecemasan somatis, yakni dengan adanya perubahan-perubahan fisiologis.
untuk mengetahui sumber kcemasan itu muncul pada diri seseorang, penulis membagi duaa sumber terjadinya kecemasan pada diri atlit yaitu sumber yang bersifat situsional dan sumber yang bersifat personal. Sumber situsional yang mengakibatkan stress dan kecemasan adalah;
a) Pertandingan yang penting,
b) tidak menentunya hasil pertandingan. Kecemasan juga akan muncul yang bersumber dari dalam dan luar diri atlit.
Sumber dari dalam berarti kecemasan tersebut muncul dari dalam diri atlit itu sendiri. Contoh kecemasan yang bersumber dari dalam diri atlit, yaitu:
1) atlit sangat mengandalkan kemampuan dirinya,
2) atlit merasa bermain baik sekali atau sebaliknya,
3) ada pikiran negatif karena dicemooh atau dimarahi,
4) adanya pikiran puas diri.
Sedangkan sumber dari luar, berarti sumber kecemasan itu datang dari luar diri atlit. Beberapa contoh kecemasan yang datang dari luar, yaitu:
1) rangsangan yang membingungkan,
2) pengaruh masa,
3) saingan yang bukan tandingannya,
4) kehadiran atau ketidakhadiran pelatih. Selain dua sumber ketegangan tersebutsumber kecemasan lain yang dapat muncul pada diri atlit yaitu faktor lingkungan seperti keadaan lapangan pertandingan, tempat bertanding, cuaca, ventilasi, permukaan lapangan dan sebagainya.

Gejala Awal Dan Proses Terjadinya Kecemasan Dalam Dunia Olahraga

Pada umumnya atlit yang mengalami kecemasan ditandai dengan gejala-gejala yang biasanya diikuti dengan timbulnya ketegangan atau stress pada diri seseorang, indikator yang dapat dijadikan atlit mengalami kecemasan dapat dilihat dari perubahan secarafisik maupun secara psikis.
Gejala yang nampak pada fisik seperti peningkatan adrenalin yaitu meningkatnya denyut nadi, meningkatnya keringat, kulit terasa dingin, sakit perut, nafas cepat, otot tegang, mulut kering, dan ada keinginan untuk terus buang air kecil.
Gejala secara psikis yaitu seperti cemas/khawatir, bingung atau tidak mampu konsentrasi atau sulit dalam membuat keputusan, berpikir aneh, pikiran diluar kendali atau mudah gembira yang meluap-luap. Gejala yang nampak pada atlit yang mengalami kecemasan;
1) gejala fisik
a) adanya perubahan yang dramatis pada tingkah laku, gelisah atau tidak tenang dan sulit tidur,
b) terjadinya peregangan otot-otot pundak, leher, perut, terlebih lagi pada otot-otot extremitas,
c) terjadinya perubahan irama pernafasan,
d) terjadi kontraksi otot setempat, pada dagu, sekitar mata, dan rahang.
2). Gejala psikis
a) gangguan pada perhatian dan konsentrasi,
b) perubahan emosi,
c) menurunnya rasa percaya diri,
d) timbulnya obsesi,
e) tidak ada motivasi (Singgih, 1989).
Selain itu, beberapa atlit mengalami kecemasan dapat dilihat dariperubahan raut muka misalnya menyeringai,dahi berkerut, terlihat serius, atlit mengatup geraham lebih keras, bahkan menggerak-gerakan tubuh seperti kaki dan tangan yang dapat memperlihatkan ketidaktenangan, selain itu atlit terlihat menggigit-gigit kuku jari, menggigit-gigit bagian dalam pipi, jalan mondar-mandir dan beberapa atlit terlihat lebih banyak merokok. Selain itu, beberapa tanda yang dirasakan atlit misalnya, kepala terasa pusing, leher dan tengkuk terasa sakit, punggung sakit, sakit perut, merasa sembelit atau sukar kebelakang, merasa capek atau sukar tidur (insomnia), keringat yang keluar dirasa berlebihan, sangat pendiam atau mungkin banyak bicara.
            Proses terjadinya stress dan kecemasan merupakan serangkaian peristiwa. Terjadinya stress dan keemasan merupakan sebuah subtansi adanya ketidakseimbangan antara tuntutan fisik, psikologis dan kemampuan merespon. Biasanya kegagalan dalam memenuhi tuntutan tersebut merupakan rangkaian terjadinya stress. Terdapat model yang sederhana bahwa proses terjadinya stress terdiri empat tahapan yang saling berhubungan, yaitu tuntutan lingkungan (emvironmental demand), persepsi pada tuntutan (perceftion of demand), respon terhadap stress ((stress respon), akibat dari perilaku (behavior consequens). 
Tahap 1: Tuntutan lingkungan: jenis tuntutan pada individu bisa berupa pisik dan psikologis, contoh siswa harus mnampilkan keterampilan baru pada cabang olahraga bola voly di depan kelasnya, atau orang tua menekankan atet untuk
memenangkan pertandingan.
Tahap 2: Persepsi pada tuntutan: pada tahap ini seseorang mempersepsikan tuntutan pisik dan psikologis. Contohnya Rena senang diperhatikan didepan kelas sedangkan Maya merasa terancam, Maya merasakan ketidakseimbangan antara tuntutan pada dirinya untuk memperagakan didepan kelas dan kemampuannya untuk memenuhi tuntutan itu. Rena tidak merasakan ktidakseimbangan, atau merasakan hanya tidak mengancam dirinya. Seseorang yang mempunyai Trait anxiety tinggi akan berpengaruh, yaitu cenderung merasakan situasi yang lebih (khususnya jika dinilai dalam pertandingan) sebagai ancaman dibanding Trait anxiety yang rendah. Trait anxiety sangat berpengaruh pada tahap kedua ini.
Tahap 3: Respon terhadap stress: seseorang akan merespon pisik dan pisikologi untuk merepsesikan situasi. Jika persepsi seseorang tidak seimbang antara kemampuan dan tuntutan merespon akan menyebabkan perasaan terancam, maka State anxiety meningkat, menjadi cemas (cognitive state anxiety) aktivasi pisiologi meningkat (somatic state anxiety). Reaksi lainnya muncul seperti perubahan konsentrasi, meningkatnya ketegangan otot, dan seiring dengan itu State anxiety meningkat.
Tahap 4: Akibat perilaku: yaitu perilaku aktual seseorang dibawah stress. Jika siswa belajar bola voly dapat memenuhi perasaan ketidakseimbangan antara kemampuan dan tuntutan dan merasakan peningkatan pada State anxiety; apakah penampilannya memburuk ? atau apakah meningkatnya State anxiety meningkat pula kehebatannya ? Dengan demikian penampilan siswa akan meningkat.

Upaya Pengendalian dan Solusi Kecemasan Dalam Dunia Olahraga

            Dalam upaya pengendalian kecemasan (anxiety) dan stress dalam olahraga penulis garis bawahi diantaranya: 1. Strategi Relaksasi, 2. Strategi kognitif, 3.teknik-teknik peredaan ketegangan dan mekanisme pertahanan diri.
1. Strategi Relaksasi
            Keadaan relaks adalah keadaan saat seorang atlet berada dalam kondisi emosi yang tenang, yaitu tidak bergelora atau tegang. Keadaan tidak bergelora tidak berarti merendahnya gairah untuk ben-nain, melainkan dapat diatur atau dikendalikan pada titik atau daerah Z sesuai dengan hipotesis U-terbalik.
Untuk mencapai keadaan tersebut, diperlukan teknik-teknik tertentu melalui berbagai prosedur, baik aktif maupun pasif. prosedur aktif artinya kegiatan dilakukan sendiri secara aktif. Sementara itu, prosedur pasif berarti seseorang dapat mengendalikan munculnya emosi yang bergelora, atau dikenal sebagai latihan autogenik.       
            Dalam perkembangannya, teknik-teknik yang digunakan, baik oleh Jacobsen maupun Wolpe, dianggap kurang efisien. Oleh karena itu, kemudian bermunculan model-model relaksasi barn sebagaimana yang dikemukakan oleh Bernstein & Borkovec (1973) dan Bernstein & Geffen (1984). Dalam perkembangan selanjutnya, latihan relaksasi progresif digunakan sebagai teknik tersendiri, tidak lagi sebagai bagian dari pendekatan behavioristik. Awalnya, latihan relaksasi progresif ini digunakan oleh pasien penderita kecemasan atau ketegangan yang bersumber pada gejolak emosinya.Latihan relaksasi progresif juga dapat dilakukan melalui suatu alat yang dikenal dengan sebutan biofeedback atau EMG (elektromyografi). EMG memiliki fungsi mencatat atau merekam intensitas ketegangan otot¬otot seseorang, untuk kemudian ditampilkan dalam bentuk ukuran angka-angka, misalnya +3 atau +10. Dengan menggunakan alat tersebut, seseorang dapat memantau tingkatan ketegangan sebelum maupun sesudah dilakukan latihan. Dengan adanya kemampuan untuk memantau perubahan tingkatan ketegangan pada diri sendiri, maka ketegangan otot-otot dapat diatur sampai pada keadaan relaks yang dikehendaki. Arti praktisnya adalah, seseorang dapat mengatur ketegangan-ketegangan ototnya menjadi lebih relaks, sehingga gejolak emosinya pun menjadi lebih tenang. Apabila penggunaan biofeedback telah dilakukan berkali-kali, maka relaksasi dapat dilakukan kapan pun dan di mana pun, tanpa membutuhkan alat biofeed¬back lagi. Oleh karma itu, para ahli kemudian berupaya keras untuk mencari modifikasi agar latihan relaksasi progresif dapat dilakukan dalam format yang lebih pendek dan praktis. Apabila seseorang telah beberapa kali berhasil dalam keadaan relaks, maka pengelompokan otot dapat diperbesar menjadi lima kelompok, yaitu:
            1. Lengan dan tangan bersama-sama.
            2. Semua otot muka.
            3. Dada, pundak, punggung bagian atas, perut.
            4. Pinggul dan pangkal paha.
            5. Kaki dan tapak kaki.
            Contoh lain dari modifikasi tersebut adalah teknik pernapasan atau breathing technique. Teknik ini banyak dilakukan oleh para atlet karma dapat dilakukan di sembarang tempat, misalnya di pinggir arena pertandingan, saat menunggu waktu untuk bermain, demikian pula pada saat gejolak emosi sedang memuncak, misalnya pada malam sebelum pertandingan, atau beberapa jam sebelum pertandingan.
            Menurut Masters, dan kawan-kawan (1987) (dalam Gunarsa, S.D., 2002), manfaat dari melakukan latihan relaksasi progresif adalah:
1.      Meningkatnya pemahaman mengenai ketegangan otot. Artinya, ada  pemahaman bahwa gejolak emosi berpengaruh terhadap ketegangan otot dan sebaliknya.
2.      Meningkatnya kemampuan untuk mengendalikan ketegangan otot.
3.      Meningkatnya kemampuan untuk mengendalikan kegiatan kognitif, yaitu meliputi kemampuan pemusatan perhatian terhadap suatu objek
4.      Meningkatnya kemampuan untuk melakukan kegiatan.
5.      Menurunnya ketegangan otot.
6.      Menurunnya gejolak emosi karena pengaruh perubahan kefaalan.
7.      Menurunnya tingkat kecemasan, serta emosi-emosi negatif lainnya.
8.      Menurunnya kekhawatiran dan ketakutan.

            Selain latihan relaksasi progresif, dalam melakukan perubahan atau rnodifikasi suatu perilaku, dikenal pula suatu teknik yang disebut sebagai systematic desensitization atau teknik pengebalan sistematik. Jika terdapat suatu keadaan atau objek yang dipersepsikan tidak menguntungkan sehingga mempengaruhi gejolak emosi secara luar biasa clan ditampilkan dalam emosi tegang, maka tentu akan berakibat buruk terhadap penampilan. Seorang atlet dapat Baja merasakan ketakutan-ketakutan tertentu pada saat bertanding, seperti hal-hal yang berkaitan dengan lawan tandingnya, suhu arena atau cuaca pada umumnya, angin, sorakan penonton, atau penilaian dari tokoh-tokoh tertentu yang sedang menyaksikan.
            Namun demikian, keadaan-keadaan seperti ini merupakan hal yang mutlak harus dihadapi. Oleh karena itu, seorang atlet harus mampu menghadapi keadaan-keadaan yang tidak menyenangkan sebagaimana disebutkan di atas. Kemampuan untuk menghadapi dan mengatasi tersebut merupakan keterampilan individual dan khusus yang diajarkan oleh pelatih atau psikolog olahraganya.
Teknik pengebalan sistematik (systematic desensitization) merupakan latihan bertahap untuk mengurangi kepekaan terhadap suatu rangsang, sehingga terbentuk habituasi atau pembiasaan. Suatu rangsang yang awalnya menimbulkan gejolak emosi yang sangat tinggi, melalui latihan sistematik tertentu, lambat-laun tidak lagi dipersepsikan negatif. Secara bertahap, akan terjadi pengurangan atau pengenduran reaksi emosi, sehingga gejolak emosi pun menjadi stabil. Jadi, sumber rangsang tidak diubah atau diganti, melainkan di dalam diri atlet terjadi perubahan secara sistematik Gejolak emosi yang pada awalnya sangat tinggi saat menghadapi suatu keadaan, lambat-laun menjadi berkurang. Ini merupakan prinsip sistematik desensitisasi, atau upaya untuk mengatur reaksi-reaksi emosi yang bergejolak dalam batas-batas proporsi yang wajar dan tidak merugikan.
            Cara relaksasi lainnya adalah transcendental meditation atau meditasi transendental. Meditasi transendental merupakan teknik mental yang dapat dipraktekkan setiap pagi dan malam selama 15 sampai 20 menit, saat seseorang duduk nyaman dengan mata tertutup sambil memikirkan suatu 'mantera' tertentu. Setelah 20 menit, ketegangan tubuh akan mengenclor total dan orang yang bersangkutan akan mengalami kondisi yang segar dan dinamis, percaya diri, serta siap untuk beraksi. Meditasi transendental dilakukan seseorang dengan memusatkan perhatian dan berkonsentrasi terhadap suatu objek atau pikiran dan ke¬giatan tersebut ditahannya untuk beberapa waktu dalam posisi tubuh yang nyaman, tanpa terganggu atau teralih perhatian dan konsentrasinya. Apabila hal tersebut dapat dilakukan, maka akan diperoleh keadaan relaks. Selama meditasi, tubuh akan mencapai tahap sadar sepenuhnya na¬mun tanpa beban pikiran apa pun. Pada kondisi tersebut, seseorang akan siap menghadapi rangsang apa pun, serta siap memberikan respons yang sesuai dan optimal.
2. Strategi Kognitif
            Strategi kognitif didasari oleh pendekatan kognitif yang menekankan bahwa pikiran atau proses berpikir merupakan sumber kekuatan yang ada dalam diri seseorang. Jadi, kesalahan, kegagalan, ataupun kekecewaan, tidak disebabkan oleh objek dari luar, namun pada hakikatnya bersumber pada inti pikiran atau proses berpikir seseorang. Misalnya, seorang atlet bulutangkis tidak dapat menyalahkan shuttle¬cock karena berat atau kecepatannya berbeda dari biasanya, karena yang menentukan sesuai atau tidaknya caranya memukul dan kekuatan pukulan adalah proses berpikir atlet tersebut. Jadi, yang seharusnya diubah adalah pengendali perilaku atlet, dalam hal ini gerakan atau pukulannya, agar dapat menyesuaikan dengan keadaan khusus. Dari penjelasan ini, tampak bahwa proses kognitif merupakan sumber dari semua perilaku pada atlet.
Salah satu kegiatan yang mendukung berfungsinya proses kognitif adalah kegiatan pemusatan perhatian yang bersumber pada inti pikiran seseorang. Contohnya, pemikiran sebagai berikut: "Saga memusatkan perhatian terhadap kornitmen saya untuk bermain sesuai dengan apa yang sudah saya latih dan strategi bermain saya." Kegiatan ini merupakan kegiatan menginstruksi diri sendiri (self-instruction), sehingga apa pun yang akan terjadi dalam permainan, atlet akan berpedoman pada proses berpikirnya.
Namun dalam kenyataannya, strategi kognitif seperti ini sangat erat kaitannya dengan status emosi dan berbagai macam pergolakannya. Pergolakan tersebut berasal dari tingkat ketegangan yang dialami oleh atlet, khususnya yang bersumber pada dirinya, yakni trait anxiety.
3. Teknik-teknik Peredaan Ketegangan
Hanya mengetahui "apa" atau "the what"saja mengapa atlet tegang atau takut tanpa mengetahui "the how" atau "bagaimana" cara penyembuhannya tidaklah banyak man¬faatnya dan tidak akan menolong atlet. Oleh karena itu, pelatih sebaiknya juga mempersenjatai diri dengan keterampilan bagaimana cara meredakan ketegangan yang ada pada atlet. Ada beberapa teknik yang bisa membantu menu¬runkan atau mengurangi ketegangan atlet (desensitizatioll, techniques). Antara lain:
a.  Teknik Jacobson dan Schultz, yaitu dengan mengu¬rangi arti pentingnya pertandingan dalam benak atlet, atau mengurangi ancaman hukuman kalau atlet gagal.
b.   Teknik Cratty. Dengan teknik ini, mula-mula disusun suatu urutan (hierarki) anxiety yang dialami atlet, dari Yang paling ditakuti sampai yang paling kurang ditakuti oleh atlet. Pada permulaan, atlet dihadapkan pada situ¬asi yang paling sedikit membangkitkan anxiety. Setelah atlet terbiasa dan tidak takut lagi dengan situasi terse-but, dia kemudian dilibatkan dalam situasi takut yang agak lebih berat. Demikian seterusnya.
c.       Teknik progressive muscle relaxation dari Jacobson, yaitu latihan memaksa otot-otot yang tegang dijadikan relaks.
d.      Teknik autogenic relaxation, yaitu toknik relaksasi Yang menekankan pada sugesti diri (self-suggestion).
e.       Latihan pernapasan dalam (deep breathing).
f.       Meditasi.
g.      Berpikir positif.
h.      Visualisasi.
i.        Latihan simulasi: pada waktu latihan, berlatihlah dengan menciptakan situasi seakan-akan sedang betul-betul bertanding, dan usahakan untuk tampil sebaik-baiknya. Lakukan latihan dengan intensitas yang tinggi seperti dalam pertandingan sebetulnya. Biarkan atlet mengalami stres fisik maupun mental.
Dengan berulang kali berlatih dengan stres yang tinggi, diharapkan lama-kelamaan ketegangan atlet akan berkurang pada waktu menghadapi stres.

4. Mehanisme pertahanan diri
Anxiety, kekhawatiran, dan ketakutan yang berkecamuk dalam diri atlet adalah gejala yang umum dalam olahraga. Anxiety dan ketakutan adalah reaksi terhadap perasaan "khawatir akan terancam pribadinya". Karena anxiety yang dialami atlet adalah sesuatu keadaan yang sangat tidal, enak dan selamanya akan berkecamuk dalam kehidupan seorang atlet, maka dibutuhkan suatu mekanisme di dalam kepribadiannya untuk inenolongitya inengotasi atau membaskan dirinya dari anxiety tersebut. Mekanisme ini biasanya disebut security operation atau defense inechanisin. Jadi mekanisme ini berfungsi sebagai alat agar kepribadiannya tidak merasa terancam. Sering kali mekanisme ini bekerja demikian efektif sehingga atlet benar-benar terlindung dari perasaan cemas tersebut.
Tampaknya di semua cabang olahraga sering terjadi mekanisme pertahanan demikian, bukan hanya oleh atlet, akan tetapi juga oleh pelatih, tim manajer, pengurus dan lain-lain. Memang mungkin saja alasan yang dikemukakan atlet, pelatih, Tim Manajer, Pengurus, KONI, dan lain-lain memang betul karena lapangan licin, bola tidak bundar, banyak angin, penonton ribut. Akan tetapi kebanyakan alasannya tidak rasional dan hanya merupakan manifestasi dari perasaan kecewa karena mengalami kegagalan, serta kedok agar terhindar dari perasaan cemas dan takut akan dikritik, di-cemooh, dikecam oleh masyarakat, dan agar mereka tidak disalahkan oleh masyarakat atas kekalahan atau kegagalan mereka. Karena itu penyebab kegagalannya dilimpahkan kepada orang atau benda lain di luar dirinya.
Sebagai pelatih, kita harus mendidik dan melatih para atlet agar tidak membiasakan diri menggunakan defense inechanisin yang tidak wajar sebagaimana contoh-contoh tersebut di atas. Sebab-sebab dari setiap kegagalan haruslah didiskusikan, dievaluasi, dianalisis secara rasional, intelektual dan inteligen. Pelatih harus mengajarkan dan mendidik atlet agar tidak meremehkan kegagalan, dan menilai setiap kegagalan dengan penuh pemahaman dan pengertian yang wajar. Dengan demikian dapatlah diharapkan pula bahwa maturitas mental para atlet sedikit demi sedikit dapat dikembangkan.

12 comments:

Imam said...

wah lengkap banget ya kang infonya, ternyata gini yaa penjelasannya :D Thanks gan nfonyaa

nur syamsudin fikri said...

iya gan.. sama sama.. semoga bermanfaat ya gan..

Haries said...

Iya, itu terjadi sebelum perbandingkan, tapi setelah didalam pertamdingan nervous otomatis Berkurang bahkan hilang sama sekali. Bahkan jadi ganas. (Pengalaman pribadi)

nur syamsudin fikri said...

hahahaa bener banget gan... mengontrol diri adalah solusinya

Unknown said...

keren bgt postingannya. template jga keren tuhh back ya http://unclemandra.blogspot.co.id/2016/10/ekspresi-anak-muda-indonesia.html

nur syamsudin fikri said...

thanks sudah mampir gan

nur syamsudin fikri said...

siap gan....

Unknown said...

info yg bermanfaat gan ...thanks share nya

nur syamsudin fikri said...

iya gan sama sama- alhamduillah

nur syamsudin fikri said...

iya gan sama sama- alhamduillah

kesehatan said...

cara ampuh buat ngilangin kecemasan berlebih gi mna ya

Unknown said...

Cocok banget sama ane nihhh
nice post gan

Post a Comment

Soal PTS Online kelas 8 Mts Al-Masyhuriyah

Soal PTS Online kelas 8 Mts Al-Masyhuriyah Kerjakan soal dengan benar sehingga mampu meraih nilai terbaik Memuat…

Popular Posts