Sejarah Anggar Sebagai Salah Satu Cabang Olahraga Resmi yang Dipertandingkan
Pada zaman purbakala sebelum ada senjata modern, setiap bangsa sudah
beranggar untuk membela diri dengan menangkis ataupun menyerang. Sesuai
yang dinyatakan oleh Dugan, Ken and Dewitt,R.T (1978 : 153)
bahwa alat yang dipergunakan adalah barang apapun juga, baik dari kayu
maupun dari besi untuk menangkis bila mendapat serangan. Taylor, James
(1991 : 1) menyebutkan bahwa terdapat cerita sejarah lukisan dalam
Makam Seragon telah ditemukan sebilah pedang pendek terbuat dari tembaga
yang menurut dugaan sudah berumur +
5000 tahun dan merupakan senjata anggar yang pertama . Seragon adalah
raja pertama dari Kerajaan Purba di sekitar sungai Euphrat Mesopotamia.
Menurut pahatan lama + 3000 tahun yang lalu bangsa Mesir, Yunani, dan Tionghoa Kuno sudah mahir dalam permainan anggar dengan cara lama.
Sebelum adanya bentuk anggar seperti sekarang ini, pedang telah
digunakan pada masa Persi, Yunani, Romawi, dan Babilonia. Relief yang
terdapat di candi Luxor di Mesir menggambarkan tentang adegan
pertandingan anggar sekitar abad 119 sebelum Masehi dengan menggunakan
pedang sebagai alat, sesuai yang dikisahkan oleh Johnson, Samuel (2006 : 1).
Pada abad pertengahan alat anggar ( epee/degen ) dipakai
sebagai senjata untuk mengadu kekuatan antara kaum bangsawan dalam
perang tanding/pertandingan antara dua teman (duel). Jika seseorang
merasa terhina, maka terjadilah suatu duel dengan mempergunakan senjata
anggar yang disebut epee. Ini dipakai sebagai senjata menusuk, sehingga
dalam pertandingan tersebut tidak dapat dihindarkan kematian. Seseorang
duelis tetap hidup karena dalam pertarungan tersebut ia menang, dan yang
mati adalah yang kalah. Duel ini menjadi mode di dunia Barat antara
para Bangsawan pada waktu itu. Kemudian permainan makin berkembang,
bilamana terjadi suatu duel, kemudian seseorang terkena ( luka ) maka
pertarungan dihentikan dan ia dinyatakan kalah (Vince, Joseph, 1940 : 1).
Seiring dengan perkembangannya dalam permainan pedang, permainan
pedang juga sudah menggunakan pelindung muka dan juga pelindung pada
ujung pedang agar tidak mencelakakan orang. Di samping itu, ada
seseorang yang bertugas mencatat hasil pertandingan yang telah
digambarkan dengan indahnya dalam relief tersebut. Anggar itu bermula
dari pedang yang berat dengan pakaian perang, berubah menjadi senjata
yang ringan dan langsing, termasuk pakaiannya, sehingga mudah cara
menggunakannya. Dalam pertandingan anggar juga dipergunakan pedang
sebagai cirri khasnya, pedang sebagai alat untuk bertanding (Garret.R, Maxwell, 1961 : 5).
Pedang adalah salah satu senjata tertua yang digunakan oleh tentara
pada zaman dahulu untuk berperang. Bentuknya berbeda-beda dari abad ke
abad. Kebanyakan merupakan benda yang cukup berat dengan daun pedang
yang lebar sehingga memerlukan tenaga yang cukup kuat untuk memarang
pihak lawannya, baik dalam posisi berdiri maupun berkuda. Sejak
digunakan untuk membela diri, pedang dibuat makin besar dan makin berat
sehingga diperlukan kedua tangan untuk menggunakannya (IKASI, 2002 : 1).
- Sejarah Perkembangan Anggar di Dunia
Dengan berdirinya perkumpulan anggar di Frankfurt pada abad
ke-14 maka Bangsa Jerman adalah Bangsa yang pertama kali menjadikan
anggar sebagai olahraga. Tuntutan Bangsa Italia bahwa Italialah yang
pertama menciptakan anggar pada abad ke-15 menjadi batal, mengingat
Bangsa Jerman seabad lebih dahulu telah mempergunakan pedang panjang (
90 cm ), tanpa memakai pelindung tangan (Selberg,Charles A., 1976 : 3).
Kapten Cordopa adalah orang yang pertama menggunakan
pelindung tangan, Ia adalah Bangsawan Spanyol. Pedang tersebut hingga
sekarang masih tersimpan di museum di Madrid. Bangsa Italia merubah
cara-cara menggunakan anggar dengan mempergunakan pedang kecil dan
membuatnya sebagai alat olahraga yang menanamkan kegesitan reaksi dan
juga penajaman pandangan mata (IKASI, 2002 : 2).
Pada Abad ke-15 adalah awal munculnya sekolah dan perkumpulan anggar di Eropa yang telah menelorkan jago – jago seperti Marxbruder dari Frankfurt.
Perkembangan olahraga anggar selanjutnya sangat pesat, sehingga pada
abad ke-16 tersebar di seluruh Eropa dan diresmikan sebagai permainan
anggar Ranier. Dengan menekankan pada keterampilan, para
pendekar anggar telah memadukan dengan gerak tipu olahraga gulat,
sehingga tercipta gerakan serangan ke depan (lunge) yang merupakan anggar sebagai seni bela diri (Broer,Marion R., 1976 : 143).
IKASI (2002 : 3) menambahkan bahwa sesuai dengan kemajuan
zaman, maka diperlukan dasar dan peraturan pertandingan olahraga anggar.
Seorang Bangsawan Perancis yang bernama Hendry Saint-Didier
sekitar tahun 1570 menciptakan nama istilah-istilah pada gerakan –
gerakan anggar, dalam bahasa Perancis. Dalam pertandingan Internasional
istilah – istilahnya banyak dipergunakan, sedang sebelumnya banyak
Negara menggunakan istilahnya masing – masing. Perubahan besar – besaran
pada pedang terjadi sesuai dengan pandangan mengenai berbagai bentuk
senjata yang dianggap terbaik, yang diketengahkan oleh Count Koeningsmarken dari Polandia sekitar Tahun 1680, dari hasil gagasannya maka terbentuklah beberapa jenis senjata : Floret, Degen, and Sabre.
Penggunaan macam – macam pedang dan keterampilan bermain anggar dalam
pertandingan satu lawan satu ( duel ) banyak terjadi di negara – negara
Eropa maupun Amerika Serikat, dimana pada waktu itu terjadi perang
Revolusi. Tetapi bagi generasi setelah itu, hal tersebut tidak terjadi
lagi, karena permainan anggar secara khusus hanya dipermainkan oleh para
olahragawan anggar sebagai olahraga.
Taylor, James (1991 : 2) melanjutkan bahwa permainan anggar
pada saat itu merupakan bagian yang paling penting dari pendidikan
setiap orang yang terhormat sebelum masuk Olimpiade seperti yang kita
lihat sekarang. Peraturan pertandingan anggar termasuk memberikan hormat
sebelum bertanding dan bersalaman pada saat selesai bertanding
menunjukkan bahwa olahraga ini berasal dari kaum bangsawan.
- Sejarah Perkembangan Anggar Di Indonesia
Di Indonesia anggar telah lama dikenal sebagai alat membela diri
dengan menggunakan pedang, keris dan tombak yang telah lazim dilakukan
sejak zaman kemegahan Kerajaan Majapahit. Pada zaman penjajahan
Pemerintahan Belanda, pelajaran bela diri dengan senjata tajam dilarang
keras, dengan sangsi hukuman berat. Pemerintahan yang melaksanakan
pendidikan pelajaran beranggar di Indonesia sebelum Perang Dunia II
adalah jajaran Militer Kerajaan Belanda, dan merekalah pula yang telah
membawa dan memperkenalkan anggar di Indonesia. Perkembangannya masih
khusus di kalangan Militer dan kemudian mendapatkan perhatian dari
masyarakat umum.
Semasa penjajahan Pemerintahan Belanda, bagi tiap militer Belanda
anggar menjadi kewajiban untuk dipelajari. Untuk menjadi seseorang yang
ahli dalam berangggar, anggota militer tersebut harus memasuki Sekolah
Olahraga Militer di Bandung, yang memakan waktu pendidikan selama satu
tahun pelajaran yang dilatih oleh tenaga pelatih anggar dari Belanda.
Pada zaman itu Pemerintah Hindia Belanda telah membuka sekolah – sekolah
anggar untuk menjadi guru – guru anggar. Di Bandung untuk senjata
floret, degen dan sable dengan lama pendidikan 3 tahun. Di Magelang
sekolah anggar untuk jenis senjata sable pendidikan selama 1 tahun.
Adapun tokoh – tokoh militer bangsa Indonesia yang punya keahlian
bermain anggar pada waktu itu antara lain Dr. Singgih Suparman, Maryono,
Setu, Warsim, Paiman, Solekan dan Atmo Suwirdjo. Di antara mereka ada
yang memberi pelajaran khusus beladiri anggar pada Akademi Militer di
Indonesia sejak sebelum aksi militer II. Dari hasil pendidikan anggar
inilah dimulainya perkembangan olahraga anggar di seluruh Indonesia.
Banyak juga guru – guru anggar yang terkenal lainnya seperti :
Suratman Agam dan J. Sengkel dari Sulawesi Selatan, A. Mangangantung
dari Sumatera Utara, Suparman dan Paimin Salikan dari Jawa Barat, Ch.
Kuron dari Sulawesi Utara dan Warsimin dari Jawa Timur. Pada zaman
kemerdekaan pada tahun 1948 di Solo bertepatan dengan PON I di samping
pertandingan, anggar ditampilkan baru bersifat demonstrasi/eksebisi.
Eksebisi tersebut diantara lain di dukung oleh pemain yang merupakan
guru – guru anggar terkenal antara lain : Soeratman Agam, Soeratman dan
J. Sengkel dan dibantu oleh tokoh – tokoh anggar lainnya seperti : Dr.
Singgih, sebagai ketua umum dan Roosman Roekmantoro sebagai Sekretaris
Umum organisasi olahraga anggar pertama kali yang disebut dengan IPADI
(Ikatan Pendekar Anggar Indonesia).
Pada PON II di Jakarta pada tahun 1951, kejuaraaan anggar masih
didemonstrasikkan oleh para guru – guru anggar, namun pada PON II ini
mulai terlihat wajah – wajah sipil ( non militer ) yang menduduki
peringkat atas. Kejuaraan anggar Nasional I dilaksanakan bertepatan
dengan PON II/1951 di Jakarta. Bersamaan itu dilangsungkanlah kongres
dan menetapkan R. A. Kosasi sebagai Ketua Umum dan Ong Siek Lok sebagai
Sekretaris Umum. Nama organisasi anggar yang semula IPADI menjadi IKASI (
Ikatan Anggar Seluruh Indonesia) dan pengurus besarnya berkedudukan di
Bandung.
Pada PON III tahun 1953 di Medan, pemain secara berangsur beralih ke
pemain muda usia dari perkumpulan – perkumpulan setempat yang mewakili
daerahnya ke PON III di Medan. Pada tahun 1967 kedudukan Pengurus Besar
IKASI berpindah dari Bandung ke Jakarta dengan Yushar Yahya sebagai
Ketua Umum dan Selatin sebagai Sekjen. Pada tahun 1985 terjadi
pergantian pengurus besar, dimana yang menjadi Ketua Umum adalah H. M.
Widarsadipradja dan Anhar Tanuamidjaja sebagai ketua harian, serta R. S.
Poerawinata sebagai Sekjen. Akhirnya ditetapkan pada tahun 1985 bahwa
setiap tahun akan diadakan Kejuaraan Nasional, kecuali apabila pada
tahun itu ada PON (semua bagian ceritera sejarah di Indonesia disadur dari; IKASI, 2002 : 3 – 5).
KESIMPULAN
Segala sesuatu apabila belum seseorang itu belum
mengenal maka akan susah bagi seseorang itu untuk mencintainya. Maka
sebelum menekuni atau menjalani sesuatu ada baiknya untuk mencari tahu
apa itu terlebih dahulu. Memang tidak salah ada pepatah yang menyatakan
bahwa ”Tak kenal maka tak sayang”, dalam pengartian yang sangat
sederhana adalah bagaimana mungkin sesorang itu dapat tahu banyak,
senang, tertarik, dan mencintai sesuatu itu apabila belum mengetahui apa
itu sesungguhnya.
Olahraga anggar ini memang masihlah tergolong olahraga yang langka,
Indonesia secara umum dan D.I. Yogyakarta khususnya, sehingga bagaimana
cara dalam memperkenalkan olahraga tidak salah pula salah satunya adalah
dengan sedikit mengetahui bagaimana pula sejarah olahraga ini dapat
terbentuk seperti sekarang ini, yang mana dari sejarahnya telah tertera
bahwa olahraga ini memang bukan olahraga yang berasal dari Indonesia
sendiri, melainkan salah satu olahraga yang berasal dari Eropa khususnya
kerajaan – kerajaan di Eropa pada zaman dahulu.
Olahraga inipun dapat sampai dan sedikit dikenal di Indonesia seperti
sekarang ini karena datangnya Belanda ke Indonesia pada zaman
penjajahannya dahulu, yang mana dahulu hanya diperuntukkan pada dunia
kemiliteran di Indonesia sampai akhirnya dapat dikonsumsi dan dinikmati
oleh masyarakat luas seperti sekarang ini. Harapannya, melalui sedikit
ceritera sejarah olahraga klasik ini dapat menggugah para pecinta
olahraga ini untuk semakin mencintai olahraga anggar.
DAFTAR PUSTAKA
Broer, Marion R. (1976). Individual Sport for Women. Philadelpia : W.B.Saunders Company.
Garret, Maxwell R. (1961). Fencing. New York : Sterling Publishing CO.,Inc.
IKASI. (2002). Sejarah Anggar. http//www.IKASI.Or.Id.
Johnson, Samuel. (2006). Classical Fencing. http//www.Fencing.net.or.id.
Ken Dugan, Dewitt.R.T. (1978). Teaching Individual and Team Sport. New Jersey : Prentice – Hall,Inc.
Rd. Slamet Poerwinata. (1990). Mengenal Olahraga Anggar. Jakarta : DEPDIKBUD.
Selberg, Charles A. (1976). Foil. USA : Addison – Wesley Publishing Company.
Taylor, James. (1991). The Martial Art of Fencing. http//www.Fencing.net.or.id
Vince, Joseph. (1940). Fencing. USA : A.S.Barnes & Company.
0 comments:
Post a Comment