GAYA
MENGAJAR INKLUSI DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI:
PENDAHULUAN
Dalam intensifikasi penyelenggaraan
pendidikan sebagai suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur
hidup, peranan pendidikan jasmani (penjas) yang sangat penting yakni memberikan
kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam aneka pengalaman belajar
untuk membina sekaligus membentuk gaya hidup sehat dan aktif sepanjang hayat. Menurut Depdiknas (2003:4), proses
pembelajaran pendidikan jasmani dalam jangka waktu tertentu siswa akan mampu;
1.
Mempertahankan dan
meningkatkan tingkat kebugaran jasmani yang baik, serta mampu mendesain program
latihan kebugaran yang aman sesuai dengan kaidah latihan.
2.
Menunjukkan kompetensi
dalam melakukan gerak yang efisien.
3.
Mendemonstrasikan gaya
hidup aktif dan gemar melakukan kegiatan jasmani.
4.
Berpartisipasi dalam
kegiatan olahraga.
Kualitas pembelajaran yang berorientasi pada kemampuan motorik Dalam
proses pembelajaran gerak, selain aspek gerak (psikomotor), aspek pengetahuan
(kognitif) dan sikap (afektif) siswa merupakan dua aspek yang boleh dilupakan
oleh guru penjasorkes. Melalui suatu gerakan siswa dituntun untuk mengetahui
cara melakukan gerakan tersebut, mengetahui kebermanfaatan gerakan tersebut dan
jua mampu menunjukkan perilaku-perilaku positif selama pembelajaran (kerjasama,
disiplin, mau berbagi tempat dan alat, jujur dan lainnya) yang diharapkan mampu
jua diwujudkan siswa dalam kehidupannya sehari-hari. Jadi belajar melalui gerak
lebih menekankan pada keterpaduan aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif)
dan gerak (psikomotor).
Di sisi lain, kelemahan dan hambatan dalam implementasi kurikulum
bersumber pada persepsi yang berbeda diantara komponen-komponen pelaksana,
serta kurangnya kemampuan dalam menerjemahkan kurikulum ke dalam bentuk
operasional pembelajaran. Kondisi tersebut, antara lain disebabkan karena
pengangkatan pelaksana pendidikan bukan berdasarkan keahlian untuk mengemban
tugas. Ruang Lingkup Olahraga menurut Pasal 17 UU No. 3 SKN meliputi domain:
olahraga pendidikan, olahraga rekreasi dan olahraga prestasi. Kompleksitas
permasalahan keolahragaan masih ditambah dengan pandangan negatif pada sebagian
pihak termasuk dari institusi pendidikan. Misalnya, mata pelajaran Pendidikan
Jasmani dan Olahraga belum dapat memposisikan dirinya pada tempat yang
terhormat, bahkan masih sering dilecehkan dan dianggap tidak penting apalagi
pada masa-masa menjelang ujian akhir, mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan
Olahraga dihapuskan dengan alasan agar para siswa dalam belajarnya untuk menghadapi
ujian akhir nasional “tidak terganggu”.
Kesulitan yang sering dihadapi oleh guru pendidikan jasmani adalah
kemauan dalam memodifikasi alat dan fasilitas olahraga yang m
asih terbatas, dan lebih menyedihkan lagi kadang guru pendidikan jasmani mengajar dengan tidak memperhatikan gaya dalam mengajarnya yang sesuai dengan topik atau materi yang akan diberikan, bahkan sering kali guru pendidikan jasmani hanya mengawasi peserta didiknya dari jauh. Atas dasar masalah tersebut di atas, penulis akan mencoba menganalisis gaya mengajar inklusi karena melihat prinsip-prinsip dan karakteristik gaya mengajar inklusi, siswa didorong untuk dapat berpikir rasional dengan menempatkan posisi yang sesuai dengan kemampuan dari siswa tersebut.
asih terbatas, dan lebih menyedihkan lagi kadang guru pendidikan jasmani mengajar dengan tidak memperhatikan gaya dalam mengajarnya yang sesuai dengan topik atau materi yang akan diberikan, bahkan sering kali guru pendidikan jasmani hanya mengawasi peserta didiknya dari jauh. Atas dasar masalah tersebut di atas, penulis akan mencoba menganalisis gaya mengajar inklusi karena melihat prinsip-prinsip dan karakteristik gaya mengajar inklusi, siswa didorong untuk dapat berpikir rasional dengan menempatkan posisi yang sesuai dengan kemampuan dari siswa tersebut.
Prinsip perbedaan individu pada setiap siswa sangat di tekankan pada
pembelajaran dengan gaya inklusi. Dengan dasar itulah, pembelajaran harus dapat
memahami perbedaan-perbedaan yang dialami siswa. Pendidikan yang berupaya
memenuhi kebutuhan anak sesuai dengan kemampuannya. Menurut Mosston seperti
dikutip Agus S. Suryobroto (2001:42), ada beberapa gaya
mengajar yang biasa dilakukan, sebagai berikut:
1.
Gaya A, Gaya Komando, yaitu guru menentukan irama penampilan.
2.
Gaya B, Gaya Latihan, yaitu
siswa diberi waktu untuk melaksanakan tugas secara perorangan.
3.
Gaya C, Gaya Resiprokal, yaitu
siswa diberi umpan balik yang didesain guru.
4.
Gaya D, Gaya Periksa diri,
yaitu siswa mencari umpan balik sendiri dengan memakai kriteria yang disusun
oleh guru.
5.
Gaya E, Gaya Cakupan atau Inklusi,
yaitu siswa diperkenalkan berbagai tingkat tugas dan siswa didorong untuk
menentukkan tingkat penampilannya.
6.
Gaya F, Gaya
penemuan terpimpin, yaitu siswa dibimbing untuk menemukan keterangan yang telah
ditentukan.
7.
Gaya G, Gaya
divergen.
8.
Gaya H, Gaya
program individual.
9.
Gaya I, Gaya yang diprakarsai siswa.
10.
Gaya J, Gaya mengajar sendiri.
PEMBAHASAN
Gaya Mengajar Inklusi
Pada awalnya pengertian pendidikan inklusi dimaknai sebagai pembelajaran
yang diperuntukan bagi siswa yang berkebutuhan khusus. Pembelajaran ini sangat
memperhatikan perbedaan individu yang dimiliki oleh setiap siswa. Pada tulisan
ini akan dibahas pembelajaran inklusi secara mendalam kaitannya dengan proses
pembelajaran pendidikan jasmani. Ditinjau dari beberapa aspek bagi
Gaya pembelajaran inklusi adalah suatu gaya pembelajaran yang
digunakan oleh guru, dengan cara menyajikan materi pembelajaran secara rinci
dan menawarkan tingkat-tingkat kesulitan yang berbeda secara berurutan, yang
bertujuan agar siswa kreatif dan mendapatkan kemudahan dalam mempelajari suatu
keterampilan gerak, juga siswa diberi kebebasan untuk memilih dan menentukan
pada tingkat kesulitan mana? untuk memulai belajar suatu gerakan. Serta diberi
kebebasan dan keleluasaan pula untuk menentukan berapa kali siswa harus
mengulangi gerakan, dalam mempelajari suatu teknik gerakan dalam setiap
pertemuan.
Gaya mengajar menurut Mosston seperti yang
dikutip Agus S. Suryobroto (2001:36), adalah pedoman khusus untuk struktur
episode belajar atau pembelajaran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa mengajar
adalah serangkaian hubungan yang berkesinambungan antara guru dengan siswa.
Menurut Rusli Lutan (2000:29), pemakaian istilah gaya mengajar (teaching style) sering diganti dengan istilah strategi mengajar (teaching strategy) yang pengertiannya dianggap sama yaitu siasat untuk
menggiatkan partisipasi peserta didik untuk melakukan tugas ajar. Hal ini
dikaitkan dengan upaya untuk mengelola lingkungan dan atmosfer pengajaran untuk
tujuan mengoptimalkan jumlah waktu aktif belajar dari para peserta didik yang
dipandang sebagai indikator terpercaya untuk menilai efektivitas pembelajaran.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa bila gaya mengajar tidak direncanakan, maka guru
pendidikan jasmani akan mengalami kesulitan dalam menyampaikan materi.
Pendidikan inklusi merupakan pendidikan yang
berupaya memenuhi kebutuhan anak sesuai dengan kemampuannya. Spektrum gaya
mengajar yang dikemukakan Mosston mempunyai tujuan sebagai berikut:
a.
Mencoba mencapai keserasian
antara apa yang diniatkan dengan apa yang sebenarnya terjadi.
b.
Masalah yang bertentangan
tentang metode mengajar.
c.
Mengatasi
kecenderungan-kecenderungan pribadi seorang guru.Mengajar – Belajar – Tujuan,
interaksi guru dan siswa mencerminkan perilaku mengajar dan belajar.
d.
Perilaku guru akan mengarahkan
perilaku peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Gaya mengajar inklusi memperkenalkan
berbagai tingkat tugas. Sementara gaya mengajar komando, latihan, resiprokal,
periksa diri menunjukkan suatu standar tunggal dari penampilan, sedangkan gaya
inklusi memberikan tugas yang berbeda-beda dalam tingkatannya. Dalam gaya
mengajar inklusi siswa didorong untuk menentukkan tingkat penampilannya. Tujuan
gaya mengajar inklusi menurut Mosston dalam Agus S. Suryobroto (2001:61) yaitu:
a.
Melibatkan semua siswa.
b.
Penyesuaian terhadap perbedaan
individu.
c.
Memberi kesempatan untuk
memulai pada tingkat kemampuan sendiri.
d.
Memberi kesempatan untuk
memulai bekerja dengan tugas-tugas yang ringan ke berat, sesuai dengan tingkat
kemampuan siswa.
e.
Belajar melihat hubungan antara
kemampuan dan tugas apa yang dapat dilakukan siswa.
f.
Individualisasi dimungkinkan
karena memilih diantara alternatif tingkat tugas yang telah disediakan.
Karakteristik
gaya inklusi yang dikembangkan Mosston sebagai berikut:
a. Tugas yang disusun sama tetapi derajat
kesukarannya berbeda.
b. Peserta didik menentukan sendiri tingkatnya dalam tugas.
c. Tingkat-tingkat keterampilan bagi semua
peserta didik tercakup
Gaya mengajar inklusi dikembangkan berdasar
konsep belajar yang berpusat pada peserta didik dan kurikulum yang dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan perorangan serta peserta didik memperoleh kesempatan
untuk belajar sesuai dengan tempo dan kemampuan masing- masing (Rusli
Lutan,2000:15). Lebih lanjut dijelaskan sebagai gambaran langkah pengembangan
dan penerapan gaya ini yaitu; 1). diagnosis pengukuran atau pengetesan
dilaksanakan untuk menentukan taraf pengetahuan atau keterampilan, 2). penetuan
paket tugas yaitu setiap peserta didik
memperoleh paket tugas berdasarkan tingkat pengetahuan dan keterampilan,
3). pengembangan peserta didik
berdasarkan paket tugas hingga berhasil melaksanakan tugas itu. Penilaian atau
tes secara mandiri juga disediakan sehingga peserta didik dapat mengetahui
kemajuannya sendiri, 4). evaluasi yaitu siswa dievaluasi setelah pembelajaran
berakhir, 5). pengukuhan yaitu bila peserta didik menyelesaikan tugas dengan baik, selanjutnya
guru memberi unsur pengukuh berupa penghargaan atau pujian.
Menurut Rusli Lutan (2000), paket belajar
dalam gaya mengajar inklusi mencakup beberapa aspek yaitu; 1). Klasifikasi
tugas ajar yang meliputi pengetahuan dan keterampilan, 2). Menyediakan paket
belajar berupa pengalaman belajar, 3). Tujuan pengajaran yang memaparkan kepada
peserta didik tentang apa yang dipelajari, dalam kondisi apa dan bagaimana
penampilan yang diharapkan ( perubahan perilaku ), 4). Tes diagnosis yang akan
dilaksanakan pada tahap awal untuk menentukkan tingkat pengetahuan dan
keterampilan peserta didik, 5). Kegiatan belajar yang menyediakan beberapa cara
bagi peserta didik untuk membelajarkan
diri masing-masing, 6). Tes atau evaluasi diri yang digunakan untuk memantau
kemajuan belajar. Tes ini berguna bagi siswa menentukkan apakah peserta
didik tersebut sudah siap untuk
mengikuti tes akhir, 7). Tes akhir adalah instrumen untuk mengecek atau
mengukur prestasi belajar peserta didik
Suatu contoh yang menggambarkan gaya ini
dapat dilihat pada penggunaan tali untuk melompat. Jika tali dibentangkan
setinggi satu meter dari tanah dan setiap peserta didik diminta untuk
melompatinya, mungkin semua peserta didik akan berhasil. Sebagian siswa dapat
melompatinya dengan mudah tetapi sebagian lagi harus mengerahkan kemampuannya
untuk melompatinya. Sedangkan jika tali dibentangkan miring dan para peserta
didik diminta melompatinya, maka para peserta didik akan menyebarkan diri sepanjang tali pada
berbagai ketinggian. Hal ini akan memungkinkan untuk melibatkan para peserta
didik dengan berbagai tingkat kemampuan dan memungkinkan para peserta
didik untuk memilih di mana dia akan
memulai tugasnya.
Namun demikian, tidak ada gaya mengajar yang
baku dalam proses pembelajaran dan tidak ada yang paling baik karena setiap
gaya mengajar mempunyai karakteristik dan tujuan yang berbeda antara satu gaya
mengajar dengan gaya mengajar yang lain. Gaya mengajar sekali waktu ditekankan
pada guru sebagai pusat pembelajaran, dan sekali waktu berpusat pada peserta
didik.
Hakikat Pendidikan jasmani
Menurut Rusli Lutan dan Adang Suherman
(2000:1), pendidikan jasmani adalah proses ajar melalui aktivitas jasmani dan
sekaligus pula sebagai proses ajar untuk mengetahui keterampilan jasmani.
Sedangkan menurut Abdul Gafur (1983) yang dikutip oleh Arma Abdoellah dan Agusmanadji
(1994: 5), pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai
perorangan maupun sebagai anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan
sistematik melalui kegiatan jasmani yang intensif dalam rangka memperoleh
peningkatan kemampuan dan keterampilan jasmani, pertumbuhan kecerdasan dan
pembentukkan watak.
Pendidikan jasmani merupakan suatu proses
pembelajaran yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan
keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup aktif dan sikap sportif
melalui kegiatan jasmani (Depdiknas, 2003:2).Dari berbagai pengertian
pendidikan jasmani seperti tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan
jasmani adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan secara keseluruhan
yang menitikberatkan pada aktivitas jasmani yang intensif untuk meningkatkan
kebugaran jasmani, perilaku hidup aktif dan pembentukkan watak.
Tujuan Pendidikan
Jasmani
Berikut
ini bagan yang menunjukkan cakupan tujuan pendidikan jasmani yang
pelaksanaannya dilandaskan pada pendekatan pengajaran yang berorientasi pada
taraf pertumbuhan dan perkembangan anak (Rusli Lutan,2000:4)
Pembelajaran
gaya mengajar inklusi.
Pembelajaran merupakan aktualisasi
kurikulum yang menuntut keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan
kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan. Guru
harus menguasai prinsip-prinsip pembelajaran, pemilihan dan penggunaan media
pembelajaran, pemilihan dan penggunaan metode mengajar, keterampilan menilai
hasi-hasil belajar peserta didik, serta memilah dan menggunakan strategi atau
pendekatan pembelajaran. Dalam pembelajaran yang efektif dan bermakna, seorang
guru harus membuat langkah-langkah dalam pembelajaran yaitu;
1.
Persiapan mengajar
Tugas guru yang paling utama
terkait denga persiapan mengajar dalam implementasi kurikulum hampir sama
dengan tugas dan fungsinya seperti pada kurikulum sebelumnya, yakni menjabarkan
silabus ke dalam persiapan mengajar yang lebih operasional dan rinci. Persiapan
mengajar pada hakikatnya merupakan perencanaan jangka pendek untuk
memperkirakan atau memproyeksikan tentang apa yang akan dilakukan. Persiapan
mengajar merupakan upaya untuk memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam
kegiatan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran perlu dilakukan untuk
mengkoordinasikan komponen-komponen pembelajaran berbasis kompetensi, yakni;
kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil belajar dan penilaian
berbasis kelas.
Kompetensi dasar berfungsi
mengembangkan potensi peserta didik, materi standar berfungsi memberi makna
terhadap kompetensi dasar, indikator hasil belajar berfungsi menujukkan
keberhasilan pembentukan kompetensi pada peserta didik, sedangkan penilaian
berbasis kelas kelas berfungsi mengukur pembentukkan kompetensi dan menentukkan
tindakan yang harus dilakukan apabila kompetensi standar belum terbentuk atau
belum tercapai. Kemampuan membuat persiapan mengajar merupakan langkah awal
yang harus dimiliki oleh guru sebagai muara dari segala pengetahuan teori,
keterampilan dasar dan pemahaman yang mendalam tentang objek belajar dan
situasi pembelajaran.
Dalam persiapan mengajar harus
jelas kompetensi dasar yang akan dimiliki oleh peserta didik, apa yang harus
dilakukan, apa yang harus dipelajari, bagaimana mempelajarinya, serta bagaimana
guru mengetahui bahwa peserta didik telah menguasai kompetensi tertentu.
Aspek-aspek tersebut merupakan unsur utama yang secara minimal harus ada dalam
setiap persiapan mengajar sebagai pedoman guru dalam melaksanakan pembelajaran
dan membentuk kompetensi peserta didik.
2.
Pemanasan dan Apersepsi
Pemanasan dan apersepsi perlu
dilakukan untuk menjajagi kemampuan dan pengetahuan peserta didik, memotivasi
peserta didik dengan menyajikan materi
yang menarik, dan mendorong peserta didik untuk mengetahui berbagai hal baru.
Pemanasan yang dilakukan harus menarik, menyenangkan, dan mengarah pada materi
inti. Pemanasan dan apersepsi dapat dilakukan dengan memulai pembelajaran dari
hal-hal yang diketahui dan dipahami peserta didik. Selanjutnya memotivasi
peserta didik dengan bahan ajar yang menarik, kemudian gerakkan peserta didik
agar tertarik dan bernafsu untuk mengetahui hal-hal yang baru. Sebelum melakuan
tugas gerak atau olahraga, terlebih dahulu harus melakukan pemanasan. Menurut Rusli
Lutan (2000:21), tujuan utama pemanasan dalam proses pembelajaran pendidikan
jasmani yaitu: 1). Menyiapkan peserta didik segera menyesuaikan diri dengan
tugas ajar, 2). Merangsang fungsi organ tubuh agar siap melakukan kerja fisik
yang berat, 3). Meregangkan otot dan
tali sendi sehingga bahaya cedera otot atau sendi dapat dihindari.
3.
Eksplorasi
Tahap eksplorasi merupakan kegiatan
pembelajaran untuk mengenalkan bahan ajar dan mengaitkannya dengan pengetahuan
yang telah dimiliki peserta didik, yaitu dengan memperkenalkan materi standar
dan kompetensi dasar yang harus dimiliki peserta didik kemudian mengaitkan
materi standar dan kompetensi dasar yang baru dengan pengetahuan dan kompetensi
yang sudah dimiliki oleh peserta didik, kemudian memilih metode yang paling
tepat dan menggunakannya secara bervariasi untuk dapat diterima dengan baik.
4.
Konsolidasi
Pembelajaran
Konsolidasi merupakan kegiatan
pembelajaran untuk mengaktifkan peserta didik dalam pembentukkan kompetensi
dengan mengaitkan kompetensi dengan kehidupan peserta didik. Konsolidasi
pembelajaran dapat dilakukan dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam
menafsirkan dan memahami materi standar dan kompetensi baru, melibatkan peserta
didik secara aktif dalam proses pemecahan masalah ( problem solving) terutama
dalam masalah-masalah aktual, penekanan pada kaitan struktural, yaitu kaitan
antara materi standar dan kompetensi baru dengan berbagai aspek kegiatan dan
kehidupan dalam lingkungan masyarakat, kemudian memilih metode yang paling
tepat sehingga materi standar dapat diproses menjadi kompetensi dasar peserta
didik.
Kegiatan inti pembelajaran antara
lain mencakup penyampaian informasi tentang bahan belajar atau materi standar,
membahas materi standar untuk membentuk kompetensi peserta didik. Dalam
pembelajaran, peserta didik dibantu oleh guru sebagai fasilitator dalam
melibatkan diri untuk membentuk kompetensi, serta mengembangkan dan
memodifikasi kegiatan pembelajaran jika perlu.
Pembentukkan kompetensi perlu
dilakukan dengan tenang dan menyenangkan, hal ini tentu saja menuntut
kreativitas guru dalam menciptakan lingkungan yang kondusif. Kegiatan inti
pembelajaran dikatakan efektif bila seluruh peserta didik terlibat secara aktif
baik, mental, fisik, maupun sosialnya. Tugas peserta didik adalah belajar
sedangkan tanggung jawabnya mencakup keterlibatan mereka dalam membina damn
mengembangkan kegiatan belajar yang telah disepakati dan ditetapkan. Prosedur
yang ditempuh dalam pembentukkan kompetensi adalah sebagai berikut: 1). Guru
menjelaskan kompetensi minimal yang harus dicapai peserta didik berdasarkan
kompetensi dasar yang telah dituangkan dalam silabus pembelajaran, 2). Guru
menjelaskan materi standar secara logis dan sistematis.
5.
Penilaian Formatif
Penilaian formatif dapat dilakukan dengan
mengembangkan cara-cara untuk menilai hasil pembelajaran peserta didik,
kemudian menggunakan hasil penilaian tersebut untuk menganalisis kelemahan atau
kekurangan peserta didik dan masalah-masalah yang dihadapi guru dalam
memberikan kemudahan kepada peserta didik.
Evaluasi proses dimaksudkan untuk
menilai kualitas pembelajaran dan pembentukkan kompetensi dasar pada peserta
didik termasuk bagaimana tujuan belajar direalisasikan. Kualitas
pembelajaran dapat dilihat dari
segi proses dan dari segi hasil. Dari segi hasil, pembelajaran dikatakan
berhasil dan berkualitas bila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar
(75%) peserta didik terlibat secara aktif dan menunjukan kegairahan belajar
yang tinggi, semangat belajar yang besar dan rasa percaya pada diri sendiri. Pembelajaran
dengan menggunakan gaya mengajar inklusi yang berisi proses pembelajaran
dimulai dengan fase persiapan untuk mengembangkan kompetensi dasar, indikator
hasil belajar dan materi standar, untuk membuat persiapan mengajar yang efektif
harus berdasarkan pengetahuan terhadap tujuan umum sekolah, tujuan mata
pelajaran, kemampuan, sikap, kebutuhan dan minat peserta didik, isi kurikulum
dan unit-unit pembelajaran yang disediakan dalam bentuk mata pelajaran, serta
teknik-teknik pembelajaran jangka pendek. Dalam pelaksanaan dilakukan dengan
cara menyiapkan satuan dan silabus pembelajaran.
Kualitas pembelajaran atau
pembentukkan kompetensi dapat dilihat dari segi proses dan dari segi hasil.
Pembelajaran atau pembentukkan kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas
apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik
terlibat secara aktif baik fisik, mental
maupun sosial dalam rangka proses pembelajaran. Sedangkan dari segi hasil
proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku
positif pada diri peserta didik seluruhnya atau sebagian besar (75 %).
KESIMPULAN
Gaya pembelajaran inklusi adalah suatu gaya
pembelajaran yang digunakan oleh guru, dengan cara menyajikan materi
pembelajaran secara rinci dan menawarkan tingkat-tingkat kesulitan yang berbeda
secara berurutan, yang bertujuan agar siswa kreatif dan mendapatkan kemudahan
dalam mempelajari suatu keterampilan gerak, juga siswa diberi kebebasan untuk
memilih dan menentukan pada tingkat kesulitan mana? untuk memulai belajar suatu
gerakan. Serta diberi kebebasan dan keleluasaan pula untuk menentukan berapa
kali siswa harus mengulangi gerakan, dalam mempelajari suatu teknik gerakan
dalam setiap pertemuan. Gaya mengajar inklusi dikembangkan berdasar konsep
belajar yang berpusat pada peserta didik dan kurikulum yang dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan perorangan serta peserta didik memperoleh kesempatan untuk
belajar sesuai dengan tempo dan kemampuan masing- masing. Namun demikian, tidak
ada gaya mengajar yang baku dalam proses pembelajaran dan tidak ada yang paling
baik karena setiap gaya mengajar mempunyai karakteristik dan tujuan yang
berbeda antara satu gaya mengajar dengan gaya mengajar yang lain. Gaya mengajar
sekali waktu ditekankan pada guru sebagai pusat pembelajaran, dan sekali waktu
berpusat pada peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Agus S. Suryobroto. (2001). Teknologi Pembelajaran Pendidikan Jasmani . Yogyakarta.
FIK UNY Yogyakarta
Arma Abdoellah dan Agusmahadji. (1994). Dasar-dasar Pendidikan Jasmani. Jakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Depdiknas.
(2003). Kurikulum 2004 SMA: Mata
Pelajaran Pendidikan Jasmani. Jakarta
Mulyasa. (2003). Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
-----------(2004).
Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Rusli Lutan. (2001). Mengajar Pendidikan Jasmani. Jakarta.
Depdiknas
0 comments:
Post a Comment